Makassar, Inspirasimakassar.com :

Dr.Mas’ud Muhammadiyah

Kasus  penganiayaan terhadap seorang siswa di Kabupaten  Barru, Sulawesi Selatan, merupakan fenomena gunung es di lautan. Yang terlihat hanya puncaknya, sementara yang tidak terlihat, justru lebih siap merobek badan kapal yang berani menabraknya.

Soal penganiayaan siswa  seperti  beredar di media social, yang diduga dilakukan tiga remaja di Alun Alun Taman Colliq Pujie tersebut, tokoh pemuda  Bojo, Kabupaten Barru yang  juga  Wakil Rektor II Universitas Bosowa (Unibos) Makassar, Dr.Mas’ud Muhammadiyah mengemukakan, kasus tersebut bertanda, ada yang keliru dalam sistem pendidkan nasional yang saat ini diberlakukan di Indonesia.

“Saya lebih melihat, persoalan penganiayaan terhadap siswa di manapun, termasuk di Barru (seperti  terviral di media social yang dilakukan tiga gadis remaja terhadap seorang siswa), salah satunya mungkin pendidikan nasional kita lebih menekankan pada pendidikan keilmuan dari pada karakter,” tegas Mas’ud Muhammadiyah.

Mantan wartawan Harian Pedoman Rakyat Makassar yang meraih Doktor di Universitas Negeri Makassar (UNM) 3 November 2015 dengan judul disertasi “Analisis Semiotika Bahasa Jurnalistik dalam Surat kabar Indonesia (studi kasus kampanye Pemilukada Sulawesi Selatan periode 2013-2018) ini mengemukakan, persoalan pendidikan nasional, seharusnya ditarik menjadi pembicaraan lokal. Para terduga pelaku kini telah diamankan di Polres Baru, Selasa, 1 januari 2019

Dimana, pendidikan karakter banyak dibicarakan dalam sejarah, sastra dan budaya Sulawesi Selatan.  “Hanya saja, berapa persen guru guru kita yang tahu. Apalagi, menerapkan dan memberi keteladanan dalam proses belajar mengajar,” tambahnya.

Menurutnya, saat ini, pendidik kita lebih banyak mengejar ketercapaian pokok bahasan, tapi melupakan ketercapaian pengetahuan anak didik. Bahkan, pendidikan hanya diukur dengan angka statistik, tetapi lupa dengan ukuran sikap dan karakter.

“Pendidikan di massalkan. Tapi lupa tentang kemampuan keterampilan tiap peserta didik. Dalam pendidikan, tidak ada anak yang bodoh, melainkan anak yang berbeda minat dan keinginannya. Tetapi diperlakukakn sama dalam proses penilaian,” tutur ayah tiga orang anak ini, seraya menyarankan, agar pendidikan nasional dikembalikan ke kurikulum berbasis karakter dengan menekankan pada proses belajar mengajar individual. Hindari target hasil tetap pada proses.

Seperti diketahui, pada intinya pendidikan bertujuan untuk membentuk karakter seseorang yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi disini pendidikan hanya menekankan pada intelektual saja, dengan bukti bahwa adanya Ujian Negara sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan. Dengan titip tekan pada capaian NEM,  IPK, atau rangking, tanpa melihat proses pembentukan karakter dan budi pekerti anak.

Padahal, demikian Mas’ud, Prof Agus Budiyono pernah mematahkan mitos NEM, IPK, dan rangking tersebut. Menurut Agus Budiyono, demikian Mas’ud, faktor yang menentukan kesuksesan seseorang itu menurut riset Stanley berikut ini adalah sepuluh faktor teratas yang akan mempengaruhi kesuksesan masing-maisng, kejujuran, disiplin keras, mudah bergaul, dukungan pendamping , kerja keras, kecintaan pada yang dikerjakan, kepemimpinan, kepribadian kompetitif, hidup teratur, serta kemampuan menjual ide. Hampir kesemua faktor ini tidak terjangkau dengan NEM dan IPK. (din pattisahusiwa)

BAGIKAN
Berita sebelumyaKapolres Selayar Minta Minimalisir Kasus Pidana 2019
Berita berikutnyaSalam Inspirasi
Wartawan kriminal dan politik harian Pedoman Rakyat Ujungpandang dan sejumlah harian di Kota Daeng Makassar, seperti Ujungpandang Ekspres (grup Fajar) dan Tempo. Saat ini menjadi pemimpin umum, pemimpin perusahaan, dan penanggungjawab majalah Inspirasi dan Website Inspirasimakassar.com. Sarjana pertanian yang juga Ketua Umum Senat Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) Al-Gazali--kini Universitas Islam Makassar ini menyelesaikan pendidikan SD di tanah kelahirannya Siri Sori Islam Saparua, SMP Negeri 2 Ambon, dan SPP-SPMA Negeri Ambon. Aktif di sejumlah organisasi baik intra maupun ekstra kampus. Di organisasi kedaerahan, bungsu dari tujuh bersaudara pasangan H Yahya Pattisahusiwa dan Hj.Saadia Tuhepaly ini beristrikan Ama Kaplale,SPT,MM dan memiliki dua orang anak masing-masing Syasa Diarani Yahma Pattisahusiwa dan Muh Fauzan Fahriyah Pattisahusiwa. Pernah diamanahkan sebagai Ketua Ikatan Pemuda Pelajar Siri Sori Islam (IPPSSI) Makassar. Kini, Humas Kerukunan Warga Islam Maluku (KWIM) Pusat Makassar dan Wakil Sekjen Kerukunan Keluarga Maluku (KKM) Makassar.

TINGGALKAN PESAN

Please enter your comment!
Please enter your name here