Inspirasimakassar,com:
….orang bilang tanah kita tanah surga
tongkat kayu dan batu jadi tanaman…
Sepenggal lagu yang dipopulerkan Koes Plus era 1970-an ini memberi gambaran, betapa suburnya tanah Indonesia. Sepotong kayu pun dilemparkan di atas bumi pertiwi, dapat tumbuh subur!!
Indonesia termasuk produsen beras terbesar ketiga setelah Cina dan India. Jauh melampaui Thailand dan Vietnam. Hanya saja, tingginya konsumsi, serta besarnya jumlah penduduk, membuat bangsa ini kemudian menjadi importir terbesar di dunia. Persoalan ini menuntut langkah ekstra, serta komitmen kuat dan nyata, guna mewujudkan terpenuhinya kebutuhan hidup. Disinilah, petani harus memiliki kemampuan memproduksi, agar mendulang hasil maksimal. Kecamatan Bula Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), misalnya!
Potensi dan kekayaan alam SBT tidak diragukan lagi. Selain minyak bumi, kesuburan tanah di kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Maluku Tengah ini tidak tertandingi. Tak heran, jika pemerintah pusat melalui Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, memberi perhatian khusus untuk pengembangan pertanian di kabupaten yang kini dipimpin Mukti Keliobas dan Fachri Alkatiri ini.
Saat mengunjungi SBT, di Desa Sumber Agung untuk penanaman jagung beberapa waktu lalu, menteri yang juga akademisi Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar ini menantang percepatan pembangunan pertanian. Camat Bula Barat, Ridwan Rumonin pun tergerak. Dia berbenah, agar kecamatan yang dipimpinnya menjadi lumbung pangan, sekaligus menjadi penopang ekonomi kabupaten yang terletak di dataran Hunimua ini.
Bagi Ridwan Rumonin, Bula Barat memainkan peran penting. Kecamatan ini, tentunya melalui arahan bupati dan wakil bupati SBT, akan terus membuat terobosan, menjadikan pertanian yang lebih baik, maju, dan unggul.
“Kami tidak ragu, jika Kecamatan Bula Barat ini menjadi lumbung pangan, di Kabupaten Seram Bagian Timur. Alasannya sederhana. Selain memiliki alam yang subur, petani di sini kaya pengalaman dalam hal bercocok tanam. Mereka adalah para trasmigrasi unggulan asal Jawa dan Bali. Sekalipun demikian, kami tetap mendampingi mereka untuk mewujudkan peningkatan produksi,” tutur Ridwan Rumonin, saat dikonfirmasi Inspirasi.
Lelaki Geser, kelahiran, 23 Mei 1981 ini mengakui, keyakinan dirinya menjadikan kecamatan yang dipimpinnya sebagai penopang perekonomian bagi SBT dapat terwujud. Apalagi, jika lumbung pangan berhasil, imbasnya bukan saja kepada keluarga petani, melainkan tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, melainkan, bergizi, merata dan terjangkau.
Disisi lain, demikian alumni Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Makassar (STIEM) Bungaya tahun 2000 ini, untuk menjadikan Bula Barat sebagai lumbung pangan, maka gerakan yang dilakukan antara lain, pengendalian konversi lahan pertanian, mencetak lahan pertanian baru dan intensifikasi sistem pertanian dengan menerapkan tekhnologi tepat guna. “Teknologi tepat guna ini dapat meningkatkan produktivitas dan sekaligus mempertahankan kualitas lingkungan,” tuturnya.
Lumbung pangan, jelas suami dari Kalsum Pelupessy dan ayah dua orang anak ini, tidak hanya berarti, setiap saat pangan tersedia dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman dikonsumsi, dan harga terjangkau. Namun, disisi lain, lumbung pangan juga berarti memiliki kemandirian dalam memproduksi pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar, hingga peningkatan taraf hidup dan kualitas petani. Tujuannya, nantinya bisa mulai memproduksi hasil pertaniannya sendiri, seperti beras, jagung, dan tanaman semusim lainnya.
“Keberadaan lumbung pangan di Bula Barat, nantinya masyarakat akan diuntungkan, baik secara ekonomi maupun sosial. Disamping itu alur distribusi bahan pangan, akan lebih terkendali. Termasuk meningkatkan pengelolaan cadangan pangan dan pengembangan kelembagaan lumbung pangan secara berkelanjutan,” urai alumni SMAN 1 Seram Timur ini.
Dari 13 desa yang ada di Bula Barat, 11 diantaranya dihuni warga transmigrasi asal Jawa dan Bali. Yakni, Silohan, Rukun Jaya, Jembatan Basah, Sumber Agung, Jakarta Baru, Dream Len Hils, Wai Ketan Baru, Wai Mata Kadu, Pancorang, Wai Samet, Aki Jaya adalah warga transmigrasi. Dua desa lainnya, Hote dan Silohan adalah penduduk lokal. “Sekalipun demikian, para warga di 13 desa ini telah menjadi satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan,” tambahnya.
Menyinggung percetakan sawah baru, anak keempat dari enam bersaudara pasangan Idris (Alm) dan Jahra ini menyebutkan, tahun 2016 ini terdapat 660 hektar. Sedangkan rencana tahun 2017, akan dicetak 750 hektar lahan baru baru. Tentunya, percetakan sawah baru itu diperuntukan untuk penanaman padi. Sedangkan untuk pertanaman jagung dibuka sekitar 50 hektar. Tahun depan diperkirakan mencapai 3000 hektar. Sektor lainnya? Pehobi olahraga dan volli ball ini bakal memprioritaskan hortikultura, khususnya sayuran dan buah-buahan. Termasuk mengembangkan wilayah pesisir.
Mantan pejabat di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemkab SBT itu menambahkan, saat ni, pihaknya sedang menyusun alternatif strategi yang bisa diterapkan dalam mengembangkan lumbung pangan. Hingga mengkaji kendala-kendala yang dihadapi dan potensi yang mendukung penerapan model strategi pengembangan lumbung pangan. Terakhir merumuskan model pengembangan kelembagaan lumbung pangan untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga. (Ronald pical-din pattisahusiwa)