Makassar, Inspirasimakassar.com:

Sepenggal kisah perjalanan legislator yang satu ini begitu mengagumkan. Kisahnya bercampurbaur banyak hal. Sepintas saling berkontradiksi, tetapi tertata dinamis. Ada masa ketidakpastian. Ada sifat keras. Tegang. Namun sesekali ada kelembutan. Ada saat merasakan getirnya mengadu nasib di rantau. Dan, ada pula masa ketika harus duduk dilantai menjahit sepatu. Sejarah hidupnya melintasi begitu banyak cerita inspiratif. Namun, itu dulu. Saat ini, bersama rekan-rekannya berbuat demi kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat di dataran Hunimua. Seram BagianTimur!!

Dia adalah Ahmad Voth. Lelaki Werinama, kelahiran 5 Agustus 1977 ini, bicaranya meledak-ledak. Tetapi berubah menjadi riuh rendah, saat mengingat masa lalunya. Bahkan, suaranya agak tersendat-sendat. Dia menyadari, jika orang tuanya tak mampu menyekolahkannya ke perguruan tinggi.  Nah, di sela-sela “kesusahan” yang menderanya, dia bangkit, seraya menengadahkan telapak tangannya. Dia berdoa, kiranya Tuhan memberinya rezeki yang halal, hingga bisa menghajikan orang tuanya.

Masa-masa sekolah di kampung halamannya, Werinama, dia sesekali “iri” melihat sejumlah rekannya setelah lulus SMA, bisa melanjutkan kuliah. Sekalipun demikian, dia tak patah semangat. Dia menyadari, kondisi orang tua yang hanya petani, termasuk menjaring ikan-ikan kecil, tidaklah mungkin bisa membiayai empat saudaranya sekaligus untuk melanjutkan studi. Makanya, setamat SMAN 1 Werinama tahun 1997/1998, dia pasrah dan berbesar hati untuk hijrah ke Masohi.

Pilihan berhijrah di ibukota Maluku Tengah itu, karena lelaki bermoto, berani membela kepentingan rakyat ini meyakini, tidaklah mungkin Allah menurunkan rahmat, jika hanya berdiam diri. Dia lalu meyakini diri, jika ingin meraih kesuksesan, harus berubah. Berubah pola pikir, pola sikap. Dan, tentunya bertawakkal.

Di Masohi, Ical—sapaan ayah dari Ana Junita Voth, Nurdi Voth, dan Fifi Koria Voth ini tak memilah-milah kerja. Melalui Acang Patti, dia belajar menjadi tukang jahit sepatu. Sekalipun upah yang diterima pas-pasan, namun dia bersyukur. Hanya saja, suatu saat terbesit dipikirannya, tidaklah mungkin akan maju, jika hanya terpaku pada penjahit sepatu orang. Makanya, disela-sela waktu luangnya, diam-diam dia kursus computer. Selama enam bulan tidak ada yang tahu, termasuk keluarganya. Nanti, setelah mengenakan kemeja putih untuk ujian baru ketahuan.

Bagai mendapat durian runtuh. Berbekal ijazah kursus computer, Ichal memberanikan diri melamar di Pemkab Maluku Tengah. Dia lolos sebagai honorer. Kabar gembira itu terdengar keluarganya. Kegembiraan bertambah, lantaran SK yang ditandatangani Pejabat Bupati Maluku Tengah saat itu, Gawi Salampessy, menempatkan Sekretaris Fraksi Gerindra DPRD SBT ini di Kecamatan Werinama, sebagai petugas retribusi UPTD Pendapatan Daerah, tahun 1999. Honor yang diterima saat itu, Rp750.000 sebulan.

Baginya, kembali ke kampung halaman, adalah langkah awal memacu daya bisnis dibidang agribisnis, hingga membeli minyak tanah ½ ton di Geser, dengan menggunakan ketinting, kemudian dijual kembali.

Saat mulai menanjak, pria yang kini diberi amanah sebagai  Ketua Badan Kehormatan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) SBT, sekaligus mantan Ketua DPC Gerindra SBT ini menikahi gadis pujaannya. Hafia Waraiya, pada tahun 2000.  Pernikahan memberi berkah. Karena tak seberapa lama, Werinama dan kecamatan lainnya kepingin memisahkan diri dari kabupaten induk, Maluku Tengah.  Dia masuk dalam tim percepatan pemekaran, lokal Werinama.

Disaat gencarnya teriakan melepas diri itulah, lahir puteri pertamanya, Ana Junita Voth, pada 12 Juni 2002. Tiga bulan kemudian, dia relah meninggalkan bayi mungil, dan istrinya yang belum pulih betul. Dia mengikuti rekan-rekan seperjuangan ke Jakarta, padahal  dia pernah operasi usus. Perjalanan panjang dan melelahkan untuk sebuah cita-cita suci, ”memerdekakan” SBT lepas dari Malteng itu mendapat persetujuan pemerintah pusat. Presiden saat itu, Megawati Soekarnoputri meneken persetujuan pembentukan daerah otonom baru (DOB), SBT.

Tahun itu pula, seluruh tim pemekaran dikumpulkan di Bula. Para “pejuang” itu mendapat kesempatan memilih, apakah menjadi PNS, kontraktor, atau politisi. Ichal memilih kontraktor. Hanya saja, masih malu-malu. Dia mengangkat tangannya tidak melebihi telinganya.

Alasannya sederhana. Ichal tidak memiliki modal menjadi kontraktor. Hanya saja, terbaca oleh Abdullah Vanath. Bupati pertama hasil pemekaran itu memberi isyarat akan membantunya.  Terbukti, tahun 2005, Ichal mendapat kepercayaan dan amanah mengerjakan proyek Air bersih di Werinama.  Dibawah bendera CV Itamimi.  Hasil kerjanya memuaskan.

Saat itu, dia menunaikan niat menghajikan kedua orang tuanya. Ichal tak mampu menahan air mata, saat melihat orang tuanya memenuhi panggilan Allah ke Baitullah. Allahu Akbar, dia ucapkan sambil bersujud.  “Allah maha kaya,pengasih, penyayang. Muliakanlah perjalanan orang tuaku,” ujar anak ketiga dari tujuh bersaudara pasangan H.Husin Voth ibunya Hj. Aisa Voth ini. Enam saudara adalah Nurfiah Voth, Syarifa Voth, Ical Voth, Abdul Kadir Voth, Basaria Voth, Muh Sidik Voth, dan Awalauddin Voth.

Pekerjaan lainnya datang bergantian. Sebagai pengusaha, tidak hentinya dia membangun kemitraan, membangun sinergitas dengan banyak masyarakat. Ichal dikenal luas disemua kalangan. Mulai kalangan bawah, menengah, hingga atas. Saat itu pula, dia mencoba masuk dalam arena politik sebagai kader Partai Keadilan (PK). Ketika PK berubah nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dia maju sebagai Aleg di Pemilu legislative 2009. Hanya saja, belum beruntung.

Ditengah perjalanan, sekretaris komisi C DPRD Makassar ini balik haluan ke partai besutan Prabowo Subianto. Gerindra tahun 2010. Setahun kemudian dia mengikuti pendidikan kader di Ambalang. Di partai yang tak suka bangsa besar ini menjadi kacung asing itu, Ical memiliki kepercaan diri. Di partai ini bernomor urut 5 ini pula Ical memiliki daya sentuh insaniah yang kenyal dan cepat menyesuaikan diri. Makanya, di Pemilu 2014 lalu, Ichal menjadi Caleg Dapil I. Bersama dua rekannya di Gerindra lolos ke kursi DPRD SBT.

Menyinggung dana aspirasi, Ical yang kini duduk di Komisi C itu pada tahun 2016 ini diantaranya membangun jalan setapak di Kecamatan Bula, tanggul pemecah ombak di Bemu, pengadaan mesin parut kelapa dan mesin katinting. Termasuk bantuan mesin potong atau sensor untuk pertanian. (ronald pical-even Hatalla-din pattisahusiwa)

ahmad-voth

TINGGALKAN PESAN

Please enter your comment!
Please enter your name here