Kegemaran mengoleksi sepatu untuk dipakai sehari-hari sejak belia mengantarkan Eigar Putra Bahtera sebagai pengusaha muda yang cukup diperhitungkan. Menyasar kalangan premium, laki-laki kelahiran 5 November 1991 ini mengusung merek Chevalier untuk produk sepatu buatannya.
Nama Chevalier diambil dari bahasa Prancis yang berarti ksatria. Prancis yang dianggap sebagai pusat kota mode dunia menjadi pertimbangan Egar Putra Bahtera memilih kata tersebut sebagai merek usaha. Merintis usaha produksi sepatu sejak tahun 2011, dia mampu membuktikan, anak muda tanpa latar belakang keluarga sebagai wirausaha pun bisa sukses menjadi pengusaha.
Sebagai mahasiswa di ITB saat itu, ia ingin memiliki pendapatan sendiri. Dari situ ia terdorong merealisasikan idenya sejak lama. Ternyata insting bisnisnya tidak salah. Kini dengan memiliki 20 karyawan untuk produksi, bisa menghasilkan sekitar 200 pasang hingga 500 pasang sepatu per bulan.
Lewat toko daring serta konsinyasi dengan beberapa department store di beberapa mal, seperti The Goods Dept di Pacific Place, PIM 2, Lotte Shopping Avenue, omzetnya mencapai ratusan juta rupiah per bulan.
Untuk konsinyasi dengan Goods Dept saja, Egar bisa mengirimkan sekitar 100 unit pasang sepatu per bulan. Selain memasarkan di dalam negeri, juga merambah ke luar negeri lewat distributor maupun pembeli perorangan. Pengiriman paling jauh dan paling mahal ke Norwegia sekitar ratusan unit pasang per bulan.
Harga sepatu premium Chevalier dijual mulai dari Rp899.000 hingga Rp2,35 juta per pasang. Merek lainnya yang lebih medium, yakni Cannes dan Socia, kisaran harga Rp300.000 hingga Rp700.000 per pasang. Untuk segmen di bawahnya, ada merek Monoka. Harga jualnya antara Rp100.000 hingga Rp300.000 per pasang.
Kualitas memang menjadi perhatian utamanya dalam menghasilkan sepatu dan produk fesyen lainnya seperti dompet dan kaus. Produk sepatunya menggunakan bahan kulit terbaru dan diproduksi dengan teknologi dari Jerman. Sehingga noda yang terdapat di sepatu cukup dibersihkan dengan lap dan tidak mudah rusak dengan jangka waktu lama.
Mewujudkan hasrat pribadi seorang Egar memiliki bisnis sepatu ketika masih duduk di bangku kuliah tidaklah mudah. Tidak ada dukungan keluarga saat itu, serta tidak ada latar belakang wirausaha apalagi modal usaha. Dia memulai semuanya dari nol.
Lantaran tidak memiliki modal usaha, Egar putar otak untuk bisa mendapatkan penghasilan. Dia menjajal bisnis kaus dan jaket dengan sistem pre-order lewat Kaskus. Perjalanan bisnis kaus pesanan ini cukup lancar. Dalam sekejap meraup keuntungan Rp10 juta.
Sebenarnya selama menjalankan bisnis kaus, Egar sembari meriset. Dia menemukan masih banyak produk sepatu premium didominasi merek dari luar negeri. Juga berhasrat bisa memiliki produk sepatu buatan lokal yang bisa bersaing produk asing. Makanya, dia mencari informasi dari Google, Youtube, dan berbagai situs lain seperti forum pecinta sepatu kulit di internet untuk bisa belajar membuat sepatu yang pas dan nyaman digunakan konsumen. Termasuk mencari perajin di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Pada 2011, bermodal Rp 10 juta dari berjualan kaus di Kaskus dia gunakan untuk membangun situs, membeli bahan baku dan membuat contoh produk sepatu. Egar coba memasarkannya lewat internet. Ternyata respons pasar positif. Sampel produk sepatu yang dia patok Rp700.000 per pasang laku terjual.
Egar terus mengembangkan kualitas produk serta cara pemasaran sepatu buatannya. Lewat berbagai forum dan riset di internet, dia menemukan informasi tentang pemasok bahan baku ternama, seperti kulit, sol dari luar negeri yang bisa meningkatkan kualitas produknya.
Dengan berbagai upaya untuk bisa meyakinkan para pemasok tersebut, Egar bisa mendapatkan kepercayaan dari mereka untuk bisa menjalin kerjasama. Itu sebabnya sekitar 40% bahan baku dia ambil dari luar negeri dan 60% dari lokal.
Dari situ, kepercayaan dirinya terus bertumbuh untuk bisa bersaing di pasar kelas premium. Terutama menentukan desain dan riset produk sepatu. Bekerjasama dengan pabrik kulit dan pabrik sol kelas dunia membuat Chevalier punya keunikan dan kualitas bersaing dengan produk luar.
Mencari pasar untuk meningkatkan penjualan menjadi fokus Egar Putra Bahtera di awal-awal usahanya. Selain membangun situs Chevalierstore.com, pria kelahiran Semarang 25 tahun silam ini juga gencar berpromosi lewat akun Instagram. Termasuk mengikuti pameran fesyen, sehingga bisa bertemu pengelola mechant di mal-mal untuk kerjasama. Di tahun yang sama, 2011, mendapatkan kepercayaan bekerjasama dengan The Goods Dept.
Rata-rata dia memasok sekitar 100 pasang sepatu per bulan hanya ke gerai Goods Dept di Pasific Place, Jakarta. Beberapa mall besar pun sudah memajang produknya seperti Pondok Indah Mall 2 dan Lotte Shopping Avenue. Dia juga menggunakan cara promosi dengan sistem endorsment menggandeng artis-artis ibukota. Seperti di tahun 2012, sepatu buatannya digunakan penyanyi Andien, Yovie and Nuno dalam video klipnya dan aktor Yayan Ruhiyan ketika menghadiri acara Festival Film Cannes.
Perkembangan bisnisnya yang kian positif membuat Egar tidak hanya mengejar cuan semata namun aktif berbagi pada sesama. Tujuan anyar ini dia jalankan lewat proyek yang sedang dia jalankan bersama artis Dian Sastrowardoyo bertajuk Chevalier X Dian Sastrowardoyo.
Bentuk kolaborasi yang dilakukan adalah mendesain dan membuat produk yang menghasilkan nilai sosial ke masyarakat. Idenya sudah dari enam bulan lalu dan Dian Sastro merupakan sosok yang tepat dan memiliki jiwa sosial yang tinggi.
Rencananya, setelah Lebaran, Egar dan Dian Sastro yang bekerjasama dengan organisasi non profit (NGO) mengumpulkan dana dari hasil penjualan Chevalier X Dian Sastrowardoyo. Dana hasil penjualan produk akan digunakan untuk membuat tas berkualitas yang akan diberikan kepada guru-guru di Indonesia. Nanti tas itu di dalamnya ada tulisan lirik himne guru. Sisanya untuk beasiswa sekolah anak-anak perempuan yang tidak mampu. (konol)