Selamat Jalan Mantan Raja Siri Sori Islam

0
2527

Rabu 20 Juli hari ini, sekitar pukul 09.20 WIT, mantan Raja Negeri Siri Sori Islam, Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, H Abdul Madjid Pattisahusiwa bin Syarifuddin Pattisahusiwa menghembuskan napas terakhir. Detik-detik kepergiannya, ayah tiga orang anak dan sejumlah cucu ini hanya ditemani istrinya, Nur Satry, di paviliun kompleks rumah raja. Innalillahiwainna ila hirajiun!
Kabar kepergian mantan raja yangH Abdul Madjid Pattisahusiwa lahir 12 April 1943, atau 73 tahun silam pun merambah ke seluruh desa. Termasuk desa tetangga. Dalam waktu sejenak, kabar kepergiannya menghadap sang khalik kepada keluarga di berbagai daerah dan kota di Indonesia, termasuk keluarga di negeri Belanda dan sejumlah negara.
Awalnya, almarhum akan dikebumikan di Tahinang Jerek. Sebuah bukit kecil di desa tersebut, terdapat sejumlah kuburan keluarga raja. Sebut saja, moyang Muhammad Saleh, moyang Usman, moyang Adam, dan lainnya. Di bukit kecil yang ditumbuhi beringin tua itu pula, terdapat kuburan oma Pia dan oma Popi.
Hanya saja, tempat pekuburan dipindahkan ke kompleks masjid Baiturrahman. Di sekitaran masjid kebanggaan masyarakat Siri Sori Islam itu, terdapat keburan mantan raja H.Abdul Aziz Pattisahusiwa 1926-1930, kuburan ayahanda H Abdul Karim Pattisahusiwa 1939-1994 yang meninggal 1996. Ada pula kuburan dua ulama besar, H Annas Holle yang lahir 19 September 1923 dan meninggal 8 Desember 1996 dan H Said Pelupessy yang meninggal tahun 1999. Terdapat pula kuburan Raja Djoni Karim Pattisahusiwa yang meninggal tahun 2015.
Ternyata, meninggalnya H Abd Madjid di kampung halamannya, atas keinginannya sendiri. Suatu saat ketika terkena strok, beliau menyampaikan pesan kepada Baharjan Pattisahusiwa—salah seorang keluarganya yang menetap di Masohi, ibukota Kabupaten Maluku Tengah. Kepada pensiunan Kantor Agraria Maluku Tengah itu, Abdul Madjid mengharapkan Jan, sapaan Baharjan untuk mengantarnya berobat di Paperu—sebuah desa di Saparua.
“Jan’eee kalu ende I’yoi ibaroba, tua kehe’e’u se amanno ni’a”==Jan, kalau kita pergi berobat nanti biarlah saya tinggal saja di kampong”. Begitu pula, saat beliau menelpon ke keluarga Pattisahusiwa di Surabaya, perkataan yang sama juga disampaikan ke Ita bin Faisal Pattisahusiwa.
Istrinya pun ikut ke Siri Sori Islam, pada Sabtu 9 Juli 2016. Sore hari, mereka ke Paperu. Satu jam kemudian, saya pun ikut menggunakan motor. Disana, saya melihat beliau diterapi. Kedua kakinya dinaikan rata dengan kursi. Beliau pun disuruh kembali pada Senin 11 Juli, sekitar pukul 10.00. Sewaktu kembali ke kampung halaman, kami menggunakan mobil avanza yang dikemudikan Ikrima Toisutta. Saya, Aya, dan Bang Heder, serta Jan mengangkat beliau ke mobil.
Sehari sebelum menghembuskan napas terakhir, Selasa 19 Juli 2016, beliau memanggil anak sulungnya. Susi. “Caca jang pi jauh-jauh lai. Caca seng sayang papa? Papa su mau pigi. Caca harus jadi orang sabar. Hidup itu sudah ada yang ator. Insya Allah, ose deng Janu ada rezeki saja. Jangan lupa shalat. Jaga bae-bae Janu. Kasih dia sekolah. Kasih dia mangaji. Kamong hidup bae-bae”—Susi, kamu jangan pergi jauh-jauh lagi. Susi tidak sayang papa? Papa sudah mau pergi. Susi haru jadi orang yang sabar. Hidup itu yang ada yang mengaturnya. Insya Allah, kamu dengan Janu (anak Susi) ada rezeki saja. Jangan lupa shalat, jaga baik-baik Janu. Kasih dia bersekolah. Kasih dia mengaji. Kalian hidup baik-baik”
Kembali ke rumah kediamannya di belakang kantor desa, Susi pun mendapat isyarat. Seekor kupu-kupu putih selalu berterbangan ke dirinya. Dalam hatinya, Susi mengatakan kedatangan kupu-kupu putih itu alamat buruk baginya. Benarnya adanya, semalaman dia tidak bisa tidur. Gelisah! Dan sekitar pukul 09.20, dia dipanggil ibunya. Ternyata, benar. Ayahnya sudah tidak bernyawa.
Melihat ayahny sudah tidak bernyawa, Susi seakan berteriak. Hanya saja di menahan tangisnya. Hanya memendamnya tangisnya dalam hati. Ketika menatap ayahnya yang telah terbujur kaku di hadapannya, Susi pun pasrah menerima kenyataan.
Hanya saja, dalam hati kecilnya, siapa yang akan membiayai anak semata wayangnya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar itu? Dengan suara parau-nya dan sesekali menghela nafas yang panjang, kepada saya Susi mengatakan, akan menerima nasib. Dia akan hidup bersama anaknya, apapun yang bakal terjadi.
Saat pelepasan jenazah dari rumah raja, Camat Saparua Timur Halid Pattisahusiwa dan Sekertaris Desa Siri Sori Islam, Irvan Tuhepaly terlihat membaca riwayat hidup almarhum. Saat penguburan kedua anak almarhum, Nes dan Jemi tidak kelihatan. Keduanya kini menetap di Jakarta dan Bekasi. Sebab, jenazah almarhum dikebumikan Badha Ashar, Rabu hari ini juga.
Semasa hidupnya, almarhum dikenal sebagai orang yang suka bersahabat. Dia bertegur sapa. Saya ingat betul, menjelang pencalonannya sebagai raja periode pertama, kami pernah bersama berbagi kisah. Kami bertukar pikiran. Hingga sesekali kami ke rumah keluarga Pattisahusiwa di Mangga Dua. Kami bertukar informasi seputar perjalanan meraih kursi raja di era pertama tersebut.
Ingata saya juga ketika almarhum dan istrinya, bersama sejumlah di kampungnya menunaikan ibadah haji dan transit di Makassar. Saat beliau melihat saya bertengkar dengan Kakandepag Maluku Tengah soal tempat tidur untuk jamaah, beliau pun menghampiri saya dan mengatakan “Adi ada beta disini,” saat itu saya pun berhenti.
Ketika dikarantina di asramahaji Sudiang, saya mengambil gambar momen-momen penting. Salah satu jepretan saya diperbesar 12 R dan dipajang di rumah raja. Ketika konflik horizontal melanda Maluku 1999 silam, beliau menyuruh Kewang–keamanan memanggil saya ke rumah raja. Malam itu saya dicecar berbagai pertanyaan soal kabar perencanaan penyerangan oleh kelompok tertentu tepat tanggal 9 Pebruari 1999.
Malam itu juga, saya melihat beliau menerima telepon dari Bang H LUtfhi Sanaki yang menanyakan keadaan kampung. Beliau bilang tenang. Saya mendengar beliau berujar Alhamdulillah, karena keluarga di ambon akan membayar kerusakan perahu, kalau tidak salah milik orang Haria.
Jika semasa hidup, almarhum pernah berbuat salah, jika ada perkataan dan perbuatannya tidak berkenang, mohon dimaafkan. Selamat jalan mantan raja. Selamat jalan abang. Selamat jalan sudaraku. Semoga amal baikmu diterima Allah SWT…

BAGIKAN
Berita sebelumyaPemerintah Amati Pokemon Go, Menko Polhukam: Ini Bisa Jadi Masalah di Kemudian Hari
Berita berikutnyaDosen dan Guru Pamong Makassar Pelatihan untuk Peningkatan Mutu PPL di Jogja
Wartawan kriminal dan politik harian Pedoman Rakyat Ujungpandang dan sejumlah harian di Kota Daeng Makassar, seperti Ujungpandang Ekspres (grup Fajar) dan Tempo. Saat ini menjadi pemimpin umum, pemimpin perusahaan, dan penanggungjawab majalah Inspirasi dan Website Inspirasimakassar.com. Sarjana pertanian yang juga Ketua Umum Senat Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) Al-Gazali--kini Universitas Islam Makassar ini menyelesaikan pendidikan SD di tanah kelahirannya Siri Sori Islam Saparua, SMP Negeri 2 Ambon, dan SPP-SPMA Negeri Ambon. Aktif di sejumlah organisasi baik intra maupun ekstra kampus. Di organisasi kedaerahan, bungsu dari tujuh bersaudara pasangan H Yahya Pattisahusiwa dan Hj.Saadia Tuhepaly ini beristrikan Ama Kaplale,SPT,MM dan memiliki dua orang anak masing-masing Syasa Diarani Yahma Pattisahusiwa dan Muh Fauzan Fahriyah Pattisahusiwa. Pernah diamanahkan sebagai Ketua Ikatan Pemuda Pelajar Siri Sori Islam (IPPSSI) Makassar. Kini, Humas Kerukunan Warga Islam Maluku (KWIM) Pusat Makassar dan Wakil Sekjen Kerukunan Keluarga Maluku (KKM) Makassar.

TINGGALKAN PESAN

Please enter your comment!
Please enter your name here