Suasana peringatan hari Pattimura di Saparua, Minggu 15 Mei 2016. (foto: Sam L dari fb)
Detik-detik peringatan hari Pattimura, 15 Mei 2016 sepi suasana sakral. Peringatan yang dipusatkan di Pulau Saparua itupun kurang menjadi daya tarik warga. Suasananya sangat berbeda dari peringatan-peringatan hari pahlawan Maluku ini sebelumnya. Akankah, ketokohan kharismatik, kapitan perkasa, pahlawan cengkeh dan pala yang menentang penjajah ini bakal terlupakan? Padahal, sesaat akan digantung, laki-laki kabaresi ini berpesan “Pattimura tua boleh hancur, tetapi kelak Pattimura-Pattimura muda akan bangkit!

Sehari sebelum pelaksanaan Pattimura, yakni 14 Mei, obor Pattimura yang menjadi icon dari hari Pattimura dibawa dari gunung saniri–gunung yang konon dijadikan pertemuan membicarakan strategi penyerangan benteng Duurstede ini, kemudian dibawa ke Baileu Saparua, hingga Waisisil.

“Tetapi yang katong (kita) lihat, sungguh berbeda dengan peringatan hari Pattimura tahun-tahun sebelumnya. Kali ini, berbagai kegiatan sakral tidak terlihat. Padahal, yang katorang inginkan dan mau lihat, adalah kesakralan suasana peringatan hari Pattimura. Katorang seng (kita tidak) tahu, mengapa tidak didapati hal-hal sakral itu,” tutur seorang pemuda Saparua, Minggu, 15 Mei 2016.

Belum diketahui secara pasti, tidak adanya perwakilan desa lain memperagakan tarian perang, cakalele. Sebab, yang dilibatkan dalam cakalele ini hanya perwakilan dari Desa Tuhaha. Bahkan, alat yang digunakan, utamanya parang salawaku, hanya terbuat dari kayu. Mungkin saja, ditiadaknnya parang asli oleh panitia pelaksana untuk meminimalisir peristiwa yang tidak diinginkan. Pasalnya, tahun lalu nyaris terjadi konflik antarpeserta.

“Peringatan hari Pattimura tahun ini juga tidak terdengar petuah-petuah dari tokoh adat yang “diteriakan’ dengan bahasa tanah. Padahal, “teriakan” tokoh adat itulah yang membuat merinding,” ujarnya lagi, seraya menambahkan, jika dikemas secara baik jauh sebelumnya, bisa jadi akan menjadi daya tarik, dan inspirasitor bagi generasi muda Maluku terhadap pahlawan nasional Maluku itu merebut kemenangan atas kaum penjajah.

Kurang sakralnya peringatan hari Pattimura yang dipimpin gubernur Maluku, Said Assagaf dan dihadiri Bupati Maluku Tengah Abua Tuasikal, Walikota Ambon Ricard Louhenapessy itu, diperparah dengan kondisi alam yang tidak menentu. Hujan rintik. Akankah hujan ini, bertanda benarnya legenda seputar sebuah kostum perang yang pernah dipakai Pattimura dikeluarkan dari lemari kaca di Haria? Akibatnya terjadi hujan disaat hari cerah. Namun, apapun itu, yang pasti terasa sangat kurang masyarakat berbondong-bondong menyaksikan peringatan 199 hari Pattimura yang berpusat di lapangan Saparua, depan Benteng itu. Yang terlihat hanyalah tarian yang dibawakan anak-anak muda Kota Saparua dan makan patita.

Sementara itu, Said Assagaf dalam sambutannya menitikberatkan pada persatuan dan kesatuan. Kegiatan serimonial lainnya adalah sejumlah lomba yang digelar kerjasama Dinas Pariwisata Maluku Tengah dengan Sekolah Tinggi Said Perintah Masohi. Lomba perahu dimenangkan Desa Paperu, menyusul Desa Itawaka, dan Saparua. Lomba lari juara 1,2, dan 3 dari Desa Haria. Sedangkan lomba jalan santai dimenangkan Desa Haria, sedangkan juara 3 putri dari Desa Siri Sori Islam. SEKALIPUN KURANG SAKRAL..NAMUN IZINKAN SAYA MENGUCAPKAN SELAMAT HARI PATTIMURA. LAWAMENA HAULALA. LAKI-LAKI KABARESI dari SAPARUA. (din)

BAGIKAN
Berita sebelumyaDr.Nurlinah Subair, M.Si: Menikah dan Menyusui Hindari Kanker Payudara
Berita berikutnyaMUI Belum Pastikan Kapan Fatwa Haram Curi Listrik Terbit
Wartawan kriminal dan politik harian Pedoman Rakyat Ujungpandang dan sejumlah harian di Kota Daeng Makassar, seperti Ujungpandang Ekspres (grup Fajar) dan Tempo. Saat ini menjadi pemimpin umum, pemimpin perusahaan, dan penanggungjawab majalah Inspirasi dan Website Inspirasimakassar.com. Sarjana pertanian yang juga Ketua Umum Senat Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) Al-Gazali--kini Universitas Islam Makassar ini menyelesaikan pendidikan SD di tanah kelahirannya Siri Sori Islam Saparua, SMP Negeri 2 Ambon, dan SPP-SPMA Negeri Ambon. Aktif di sejumlah organisasi baik intra maupun ekstra kampus. Di organisasi kedaerahan, bungsu dari tujuh bersaudara pasangan H Yahya Pattisahusiwa dan Hj.Saadia Tuhepaly ini beristrikan Ama Kaplale,SPT,MM dan memiliki dua orang anak masing-masing Syasa Diarani Yahma Pattisahusiwa dan Muh Fauzan Fahriyah Pattisahusiwa. Pernah diamanahkan sebagai Ketua Ikatan Pemuda Pelajar Siri Sori Islam (IPPSSI) Makassar. Kini, Humas Kerukunan Warga Islam Maluku (KWIM) Pusat Makassar dan Wakil Sekjen Kerukunan Keluarga Maluku (KKM) Makassar.

TINGGALKAN PESAN

Please enter your comment!
Please enter your name here