Penguatan pendidikan moral atau pendidikan karakter relevan untuk mengatasi krisis moral. Krisis tersebut diantaranya, meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja. Juga, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi tuntas.
Istilah karakter dihubungkan dan dipertukarkan dengan istilah etika, ahlak, dan atau nilai dan berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif, bukan netral. Sedangkan Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Dengan demikian karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olahraga seseorang atau sekelompok orang.
Karakter sering diasosiasikan dengan istilah dengan temperamen. Lebih memberi penekanan pada definisi psikososial yang dihubungkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Sedangkan karakter dilihat dari sudut pandang behaviorial lebih menekankan pada unsur somatopsikis yang dimiliki seseorang sejak lahir.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses perkembangan karakter dipengaruhi banyak faktor yang khas pada seseorang, atau faktor bawaan dan lingkungan. Dimana yang bersangkutan tumbuh dan berkembang. Faktor bawaan boleh dikatakan berada di luar jangkauan masyarakat dan individu untuk mempengaruhinya. Sedangkan faktor lingkungan merupakan faktor yang berada pada jangkauan masyarakat. Jadi usaha pengembangan atau pendidikan karakter dapat dilakukan oleh masyarakat atau individu sebagai bagian dari lingkungan melalui rekayasa faktor lingkungan.
Pendidikan karakter telah menjadi perhatian berbagai negara dalam rangka mempersiapkan generasi berkualitas. Bukan hanya untuk kepentingan individu warga negara, tetapi juga secara keseluruhan. Pendidikan karakter dapat diartikan sebagai usaha secara sengaja dari seluruh dimensi kehidupan, sekolah untuk membantu pembentukan karakter secara optimal.
Pendidikan karakter memerlukan metode khusus yang tepat agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Di antara metode pembelajaran yang sesuai adalah keteladanan, pembiasaan, pujian dan hukuman.
Para ahli pendidikan karakter, Lickona misalnya, mengemukakan, karakter berkaitan dengan konsep moral, sikap moral, dan perilaku moral. Berdasarkan ketiga komponen ini, karakter yang baik didukung pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan.
Secara sederhana, demikian Lickona, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa. Pengertian pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.
Sedangkan Suyanto mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir. Dan, berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara.
Lain halnya, karakter menurut Kertajaya, adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, serta merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu.
Nilai-nilai dalam pendidikan karakter meliputi 18 butir. Masing-masing religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli social, dan tanggung jawab.
Faktor lingkungan dalam konteks pendidikan karakter memiliki peran penting. Karena perubahan perilaku peserta didik sebagai hasil dari proses pendidikan karakter sangat ditentukan oleh faktor lingkungan. Dengan kata lain, pembentukan dan rekayasa lingkungan yang mencakup diantaranya lingkungan fisik dan budaya sekolah, manajemen sekolah, kurikulum, pendidik, dan metode mengajar. Pembentukan karakter melalui rekasyasa faktor lingkungan dapat dilakukan melalui strategi utamanya keteladanan, intervensi, pembiasaan yang dilakukan secara konsisten, dan penguatan.
Dengan kata lain perkembangan dan pembentukan karakter memerlukan pengembangan keteladanan yang ditularkan, intervensi melalui proses pembelajaran, pelatihan, pembiasaan terus-menerus dalam jangka panjang yang dilakukan secara konsisten dan penguatan serta harus dibarengi dengan nilai-nilai luhur. (bs)