Mas’ud Muhammadiyah
Mas’ud Muhammadiyah

Menyandang gelar akademisi tertinggi, doktoral tidak semudah membalik telapak tangan. Perjuangan  menggenggamnya membutuhkan pemikiran, tenaga, dan tentunya dukungan banyak komponen, termasuk keluarga dan lingkungan tempat kerja.

Adalah Mas’ud Muhammadiyah. Mantan jurnalis di Harian Pedoman Rakyat ini, mempertahankan disertasinya “Analisis Semiotika Bahasa Jurnalistik dalam Surat Kabar Indonesia (Studi Kasus Kampanye Pemilukada Sulawesi Selatan Periode 2013-2018) di hadapan tim penguji internal, Prof. Dr. Suradi Tahmir, M.S, Prof. Dr. H.Achmad Tolla, M.Pd, dan Dr. Mayong Maman, M.Pd. Sedangkan tim penguji ekternal adalah Prof. Dr. Jafar Haruna, M.S, dari Universitas Mulawarman. Sedangkan bertindak sebagai penguji  internal, Prof. Dr. Suradi Tahmir, M.S, Prof. Dr. H.Achmad Tolla, M.Pd, dan Dr. Mayong Maman, M.Pd. Dibawah bimbingan, promotor Prof. Dr. Abdullah Dola, M.S. serta kopromotor Prof. Dr. Anshari, M.Hum dan Dr. Akmal Hamsa, M.Pd.

Lelaki Bugis, kelahiran Bojo, Kabupaten Barru, 10 Oktober 1963 ini mengakui, tujuan penelitian yang mengantarnya menggenggam Doktor, diantaranya mengklasifikasi penerapan semiotika dalam teks berita, iklan, serta menganalisis penerapan kampanye Pemilukada Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan, periode 2013-2018 dalam gambar  surat kabar di Indonesia.

Hasil penelitian memperlihatkan, penerapan semiotika dalam teks berita khususnya di tujuh surat kabar yakni Tempo, Kompas, Republika, Tribun, Fajar, Sindo, dan Rakyat Sulsel–memuat berita kampanye para kandidat, dengan selalu menonjolkan pertarungan aktor politik. Utamanya, memberikan perwajahan dan pencitraan, guna membangun perhatian publik.

Makna bahasa kampanye dalam teks berita, demikian Lektor/IIIB yang hobi musik dan renang ini, hanya memodifikasi teks saja. Perwajahan berita kampanye politik kurang menyajikan realitas. Karena hanya bermuatan politik berbasis kekuasaan aktor politis. Penerapan semiotika dalam iklan dan berita kampanye kandidat hanya sebatas pengejawantahan visi dan program yang hampir sama. Iklan yang dibawakan sebagai media untuk mentransformasikan nilai dan pesan kepada masyarakat belum memiliki hubungan signifikan. Sebab, hanya merupakan simbolisasi pencitraan.

Iklan dan berita kampanye, memiliki muatan persuasi, sugestif dan hiperbola yang lebih memuat karakter fisik (bersifat subjektif) antarkandidat dalam menunjukkan sosok dan citranya.

Makna kampanye iklan, adalah slogan yang hanya menunjukkan eksistensi diri sebagai pasangan Cagub – Cawagub.

Penerapan semiotika dalam gambar dan  berita ketujuh surat kabar tersebut, rata-rata memiliki fungsi yang mampu mengomunikasikan berita guna mendukung topik berita, disamping mendukung perwajahan surat kabar, karena menarik dilihat. Gambar kampanye merefleksikan fungsi normative. Minimal dalam dua aspek, yakni memberikan informasi dan menggambarkan pasangan kandidat sebagai calon pemimpin daerah.  Makna gambar kampanye menunjukkan ada dominasi hingga hegemoni.

Dengan demikian, Mas’ud menilai, praktik demokrasi, menciptakan fungsi gambar kampanye yang bersifat formalistik. Tentunya,  dengan penekanan Pilgub Sulsel menjadi tujuan, bukan substansi pengejawantahan demokratisasi. Sehingga, hanya menampakkan fokus gambar dengan masalah yang buruk. Bukan kampanye kebijakan yang ditonjolkan. Tetapi, gambar menyerang kelemahan kandidat lawan dalam isu, atau gambar dan menyoroti kekuatan lawan dengan pesan negative.

Di bagian lain, warga Jalan Sukamulia No 42 Makassar ini mengemukakan, sebagai dekan di  Fakultas Sastra, Universtas Bosowa-dulu Universitas 45, bersama rekan-rekannya menempatkan visi dan misi, menciptakan profesional bahasa dan sastra berjiwa enterpreneurship, menguasai teknologi informasi, sekaligus bakal menjadi incaran dunia kerja.

Khusus Program Bahasa dan Bahasa Inggris, alumninya kelak memiliki prospek cerah. Mereka dapat berkarir di berbagai bidang, baik pemerintahan, maupun pebisnis andal.

Pasalnya, hampir seluruh instansi pemerintah, maupun swasta membutuhkan sarjana bahasa Inggris. Prospek berwiraswasta juga terbuka lebar.

Disisi lain, dalam tatanan global, tidak lama lagi berlaku Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Ini menandakan, tenaga kerja Indonesia berpeluang bekerja di luar negeri. Di dalam negeri pun, makin hari makin banyak industri, sehingga dibutuhkan tenaga kerja (SDM) yang mampu menguasai bahasa internasional.

Ayah tiga orang anak masing-masing Nia Astarina Mas’ud,SH, Ian Astarina Mas’ud,S.Ked, dan Fajrul Islam Mas’ud ini, mengemukakan, alumni Sastra Unibos memiliki keunggulan diberbagai lapangan kerja. Pasalnya, bidang keilmuan yang mereka miliki lebih sempurna dan aplikatif. Prospek kerja pun menanti mereka. Selain mengabdi dibidang jurnalistik, Departemen Luar Negeri, Bank, Perusahaan Swasta, PNS, penerjemah, penulis, Ahli Bahasa, Guide, dosen, guru, hingga terjun ke bisnis. Hal ini sesuai misi founder Bosowa Group, H.M. Aksa Mahmud, yang memerlukan ribuan tenaga kerja tiap tahun untuk mengisi kebutuhan Bosowa Group. (ozan)

TINGGALKAN PESAN

Please enter your comment!
Please enter your name here