Dr.H.M.Dahlan Abubakar,M.Hum

Di depan peserta Pendidikan Jurnalistik Harian Pedoman Rakyat, pukul 09.00-10.30 Wita, 9 Januari 1989  yang berlangsung di lantai III Gedung PR, Pemimpin Umum PR L.E.Manuhua bercerita,  PR merupakan koran ke-4 tertua di Indonesia, tanpa disebutkan koran yang sebelumnya. Koran ini lahir bukan karena para pengasuhnya ingin membuat perusahaa, tempat dia dapat mengabdi terus menerus. Sama sekali tidak. Dia lahir dalam kancah revolusi fisik pada saat pemerintah Belanda melarang partai-partai politik berdiri. 

Dalam kegiatan politik pada masa revolusi fisik itu terdapat tiga golongan, yakni;

1.Republikein yang mendukung Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.

2.Golongan yang anti kemerdekaan RI, dan

3.Golongan yang menyetujui kemerdekaan RI, tetapi bukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, melainkan negara Republik Indonesia Serikat (RIS).         

Golongan kedua, akhirnya kian mengecil, sehingga yang makin besar adalah golongan (1) dan (2).

Ketika pemerintah Belanda hendak menjajah kembali Indonesia, dia menyetujui Indonesia merdeka, tetapi bersifat negara RIS atau federal. Maka, lahirlah Maluku yang mendirikan negara sendiri dengan Republik Maluku Selatan (RMS).  .

Kedua golongan itu kemudian terpecah menjadi dua golongan yang sifatnya lain. Kaum Republikein yang mau bekerja sama dengan Belanda dan kaum Republikein yang sama sekali tidak mau bekerja sama dengan Belanda. Golongan kedua ini juga sama  sekali tidak mau menjadi karyawan di bawah kekuasaan Belanda, Mereke berusaha hidup sendiri, Maka, dari kelompok inilah lahir orang-orang yang kemudian mendirikan Pedoman Rakyat.

Mereka itu semula tidak langsung mendirikan PR. Selagi minum kopi dan makan kacang goreng, setiap pagi mereka berbincang-bincang. Ada ide bagaimana kalau menerbitkan surat kabar. Ini tidak dilarang, sebab Belanda tidak berani melarang kegiatan ini karena akan dikutuk oleh dunia internasional dalam kaitannya dengan hak-hak asasi manusia.

Maka, pada tanggal 1 Maret 1947 lahirlah Mingguan Pedoman. Para pengasuhnya waktu itu, Soegardo, Henk Rondonuwu, Syamsuddin, dan L.E.Manuhua, mencoba datang membawa surat kabar itu ke percetakan untuk diterbitkan. Tetapi percetakan tidak mau melayani penerbitannya karena ada larangan Belanda. Sehingga, edisi pertama Pedoman terbit dalam bentuk stensil dengan harga langganan Rp 2 per bulan dengan 4mpat kali terbit.  Bentuk atau format penerbitannya masih dalam bentuk folio.

Pada tahun 1948 selain mingguan juga, terbit Pedoman Harian satu lembar distensil yang terdiri atas tiga kolom. Pedoman Harian terbit selama enam hari, kecuali hari Ahad. Ada kalanya satu lembar itu terdiri atas 2 kolom.

Pada tanggal 17 Agustus 1948 hingga pengakuan Belanda kepada pemerintah Indonesia pada akhir 1949, Pedoman Harian ini terbit. Pada saat itu, para pengasuhnya berpendapat, tugas kita selesai. Pedoman tidak usah terbit lagi. Namun ide lain muncul, tujuan kita adalah Proklamasi 17 Agustus 1945 dengan Negara Kesatuan.

Akhirnya, penerbitan Pedoman diteruskan karena adanya RIS. Ketika Dekrit Presiden 5 Juli 1959 timbul lagi pemikiran. Bagaimana ini? Bila kita berhenti terbit, maka koran yang bermodal kuat dari kaum federalis akan berkuasa dan golongan lemah tidak akan muncul.

Dengan semangat profesionalisme Pedoman jalan terus. Hingga sekarang (1989) teman-teman yang sama mulai bekerja dulu tiada lagi. Henny Katili mulai bergabung 1948. Kemudian cukup lama, tahun 1960-an  kembali lagi. H.Harun Rasyid bergabung tahun 1951.

PR adalah bagian dari sejarah perjuangan rakyat Sulawesi Selatan sejak revolusi fisik. Pengasuh-pengasuhnya pun berpegang pada hal itu. Dia inventaris sejarah. Salah satu tugas Pengasuh PR adalah membina dan memelihara PR sebagai inventaris sejarah itu.

Di Jakarta tercatat harian Merdeka dengan pimpinannya B.M.Diah yang awal Januari 1989 mengundurkan diri sebagai Pemimpin Redaksi Merdeka.Di Sumatera terdapat Harian Waspada, di Yogyakarta ada Kedaulatan Rakyat dan di Makassar, Pedoman Rakyat. Keempat koran tersebut masih rutin terbit hingga kini (1989, PR terakhir terbit 2007). Satu koran tertua di Makassar terbit sejak tahun 1927 adalah Berita Baru, namun sejak beberapa tahun terakhir ini (hingga 1989) tidak terbit lagi.

PR sejak tahun 1950 melarang pengasuhnya terlibat sebagai anggota partai politik. Pernah ada pihak yang mencemburui PR yang dinilai sebagai kaki tangan Partai Sosialis Indonesia (PSI).

Pada tahun 1949 ada dua mingguan yang bergabung dengan PR, yakni majalah tengah bulanan Wirawan dan diterbitkan oleh PR dengan nama Pedoman Wirawan. Juga ada Mingguan Nusantara. Maka muncullah Mingguan Pedoman, Pedoman Wirawan, dan Pedoman Nusantara.

Pada tanggal 1 November 1950, PR dicetak seperti ukurannya sekarang (1989, broadsheet). Sejak itulah nama PR  digunakan, namun terbitnya terhitung 1 Maret 1947. PR lahir dari kata Pedoman untuk tiga penerbitan, dan Rakyat adalah kesatuan dari ketiga nama lainnya.

Pada tahun 1961 Menteri Penerangan Maladi pada masa pemerintahan Soekarno mengeluarkan perintah agar menyita semua mesin percetakan di seluruh Indonesia, termasuk percetakan Sulawesi, tempat PR dicetak dan memiliki sahamnya,. Percetakan Sulawesi dilarang mencetak PR. Untung waktu itu ada juru selamat, yakni Panglima Kodam XIV Hasanuddin yakni Kolonel M.Jusuf, selaku Penguasa Pelaksana Dwikora  Daerah (Pepelrada).

M.Jusuf  mengeluarkan perintah atas nama Pepelrada sebelum Departemen Penerangan turun tangan. Percetakan Sulawesi ditangani Pepelrada Sulawesi Selatan dan Tenggara (Sulselra), yang kemudian mengangkat pimpinan yang lama. Setelah itu PR terbit terus tanpa ada persoalan lagi. Dari sinilah persahabatan M.Jusuf-Manuhua mulai terjalin hingga masing-masing berpulang.

Resep PR tidak pernah diperingati atau dibredel karena dia berada di tengah-tengah. Dia bukan suara dari kelompok kanan atau kiri. Dia netral. PR memiliki kesungguhan. Isi koran sungguh-sungguh diusahakan agar baik. Pengelolaannya pun dilakukan sungguh-sungguh sesuai dengan ketentuan yang digariskan. Kita memiliki percetakan sendiri sejak tahun 1953. Pada tahun 1950-an Pedoman Rakyat membuat logo, ya seperti yang tampak hingga kini. (MDA).

BAGIKAN
Berita sebelumyaKisruh Perkelahian Orang-Orang Terhormat di DPRD Takalar
Berita berikutnyaRisfayanti Muin Reses di Biringkanaya
Wartawan kriminal dan politik harian Pedoman Rakyat Ujungpandang dan sejumlah harian di Kota Daeng Makassar, seperti Ujungpandang Ekspres (grup Fajar) dan Tempo. Saat ini menjadi pemimpin umum, pemimpin perusahaan, dan penanggungjawab majalah Inspirasi dan Website Inspirasimakassar.com. Sarjana pertanian yang juga Ketua Umum Senat Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) Al-Gazali--kini Universitas Islam Makassar ini menyelesaikan pendidikan SD di tanah kelahirannya Siri Sori Islam Saparua, SMP Negeri 2 Ambon, dan SPP-SPMA Negeri Ambon. Aktif di sejumlah organisasi baik intra maupun ekstra kampus. Di organisasi kedaerahan, bungsu dari tujuh bersaudara pasangan H Yahya Pattisahusiwa dan Hj.Saadia Tuhepaly ini beristrikan Ama Kaplale,SPT,MM dan memiliki dua orang anak masing-masing Syasa Diarani Yahma Pattisahusiwa dan Muh Fauzan Fahriyah Pattisahusiwa. Pernah diamanahkan sebagai Ketua Ikatan Pemuda Pelajar Siri Sori Islam (IPPSSI) Makassar. Kini, Humas Kerukunan Warga Islam Maluku (KWIM) Pusat Makassar dan Wakil Sekjen Kerukunan Keluarga Maluku (KKM) Makassar.

TINGGALKAN PESAN

Please enter your comment!
Please enter your name here