
Mengapa itu bisa terjadi? Dan untuk apa itu dilakukan?
Untuk menjawab dua pertanyaan di atas dapat ditelusuri unsurnya.
Pertama, dan utama adalah untuk kepentingan individu dan kelompok yang tidak terakomodasi oleh pihak lainnya yang sedang berkuasa atau lagi memegang kendali. Baik itu terkait kepentingan pribadi maupun secara institusional. Kedua, adanya keinginan untuk menjadikan kendaraan dalam mengikuti kontestasi menuju kursi kekuasaan.
Ketiga, dengan pengakuan bahwa satu pihak yang mengendalikan sementara yang lain tidak mendapatkan porsi akses untuk ikut “nimbrung” di dalamnya. Keempat, tidak meratanya pembagian “kue”, sehingga menimbulkan kecemburan, kelima, terjadinya dominasi kelompok sementara kelompok lain terabaikan. Dan terakhir, keenam, untuk suatu kinerja yang lebih baik daripada kondisi yang sedang berlangsung.
Yang pasti kemelut bisa terjadi, tatkala semua ornamen organisasi tidak berfungsi dan menimbulkan faksi dan friksi.
Apa yang kita saksikan belakangan ini, tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga tengah melanda beberapa negara di berbagai kawasan. Baik itu bersifat internal organisasi hingga negara.
Myanmar, misalnya terjadi kudeta militer akibat tentara merasa terpinggirkan dari lingkaran kekuasaan sipil yang sedang berkuasa, pada saat yang sama, militer yang sebelumnya berkuasa dalam rentang waktu lama, ujug ujug tidak punya kesempatan untuk memainkan peran di dalamnya.
Juga di India dengan protes para petani yang merasa bahwa kekuasaan tidak memihak kepada upaya untuk mendapatkan perlindungan dari penguasa, malah justru “mengebiri” petani untuk mengurusi lahan pertaniannya. Perdagangan Cina dengan Amerika Serikat yang tidak seimbang, telah memunculkan ketakutan akan “diserbu” aneka ragam produk cina yang inovatif dengan harga murah.
Dumping harga yang tidak seimbang itu, akhirnya dominasi perdagangan dan akses ekonomi terpusat pada kemampuan negeri panda itu berinvestasi dan melakukan invasi besar besaran keberbagai negara.
Membuat Amerika Serikat “galau” menyaksikannya di tengah penurunan ekonomi dan situasi dalam negeri Amerika Serikat yang sedang dirundung krisis demokrasi. Sama halnya di sejumlah negara di benua Afrika yang masih bergumul dengan kemiskinan serta perang kelompok yang terjadi serta selalu menimbulkan ketegangan dan mengakibatkan lahirnya kelompok oposisi dan ekstrimis lokal.
Berbagai deskripsi goncangan internal dan eksternal tersebut yang di buat merana adalah rakyat.
Empati dan kepekaan
Hal yang sering kita abaikan pada upaya untuk mencegah terjadinya kebelet adalah kepekaan dan empati yang seyogyanya menjadi landasan dalam membangun harmonisasi.
Empati merupakan benteng menciptakan kedamaian, sementara kepekaan itu rasionalisasi menyikapi setiap permasalahan yang ada untuk dicarikan alternatif penyelesaiannya. Kala kepekaan itu hilang, maka logika menjadi jauh dan yang dikedepankan adalah perasaan serta emosi.
Landasan berfikir logis, manakala mampu menjembatani perbedaan seminim mungkin untuk melahirkan suatu pandangan yang selaras dengan keinginan bersama. Bukan memperbesar ruang konflik yang bisa memecah. Disamping, empati adalah bagian dari fundamental melaksanakan persamaan yang ada untuk menjadi kekuatan institusional. Oleh karenanya, empati dan kepekaan dua hal yang harus sejalan seiring menggerakkan organisasi.
Mulai dari lingkup rumah tangga hingga negara. Termasuk organisasi politik. Pembelajaran yang diperoleh dengan empati dan kepekaan ini adalah, pertama, membenahi dan menguatkan niat dalam mengarungi suatu pekerjaan, apapun itu, sehingga kerja kerja ikhlas untuk mencapai tujuan bersama dapat diwujudkan.
Kedua, tidak ada yang sulit dan tidak menganggap remeh suatu hal, sebab sejatinya semua soal seyogyanya dipecahkan bersama. Ketiga, ego sentris atas suatu kelompok atau kepentingan individual demi suatu kekuasaan tidaklah menjadi target pribadi. Dengan cara pandang seperti itu, kekuasaan itu dapat diperoleh dengan dukungan bersama semua pihak terhadap seseorang diasumsikan serta dipersepsikan layak untuk diperjuangkan bersama. Keempat, mengenyampingkan rasa iri terhadap kawan serta juga lawan dengan anasir bahwa siapapun itu ketika telah menjadi pilihan rakyat atau anggota, terbaik diantara semua yang baik.
Bersatu dalam paduan
Ibarat sebuah paduan suara dalam membawa lagu, pembagian suara dan nada itu merata dan mendapatkan “jatah” masing masing sesuai kemampuan. Melahirkan ritme dan irama bertalu. Terdengar begitu indah dengan alunan syair yang sarat makna. Tidak ada ketegangan diantara mereka.
Begitu ringan dan polos mengerjakan tugasnya masing masing. Tidak ada dominasi dan minoritas. Tidak ada seberangan bait dengan bait lainnya. Bekerja bersama dalam jalinan kebersamaan. Demikian pula membangun organisasi atau institusi dalam semua hierakhi. Membahana gema nada dan syair itu melingkupi ruang. Semua terpana serta terkesima mendengar talu dan menyimak makna setiap kata tergubah yang sarat nilai dan norma.
Itu pula yang semestinya lahir dan terlihat dalam berorganissi dan mengelola kekuasaan. Tidak ada saling iri apatahlagi kemaruk akan popularitas dan perebutan pengaruh demi untuk suatu kekuasaan yang sifatnya sementara itu. Bahwa jalan yang ditempuh untuk mendapatkan amanah itu telah melalui proses yang demokratis.
Demokrasi seyogyanya dimaknakan sebagai proses terbuka dengan mendengarkan banyak pihak dan dalam pengambilan keputusannya berdasar pada kesepakatan dan musyawarah. Demokrasi Pancasila sebagai benteng bangsa ini dalam tata kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak boleh ada upaya paksa atau bentuk lainnya untuk mendapatkan kekuasaan yang tidak sesuai dengan nilai dan norma ideologi negara serta dilakukan secara konstitusional.
Krisis demokrasi yang sedang dihadapi diberbagai negara seharusnya menjadi pembelajaran untuk menelisik lebih dalam penyebabnya. Kita tidak boleh membiarkan cara cara yang tidak sesuai dengan karakteristik demokrasi.
Walaupun demokrasi bukanlah satu satunya cara dalam mengukur suatu tatanan nilai dalam bernegara dan berbangsa juga berorganissi, di saat yang sama, pada organisasi ataupun institusi yang lebih kecil, hakekatnya merupakan deskripsi dari pengelolaan kekuasaan suatu negara.
Selayaknya untuk menjadi perhatian para pihak yang terkait dengan praktek demokrasi yang lebih beradab. Parameter implementasi demokrasi, khusnya bagi organisasi politik sedapat mungkin mendukung upaya untuk menerjemahkan demokrasi dipelbagai sendi kegiatan yang dilakukan secara sehat.
Ketika ini dikerjakan dengan mengedepankan kejujuran dalam merefleksikan cita dan tujuan bersama, akan berada dalam lingkup penghormatan terhadap demokrasi yang diorientasikan pada pemenuhan harapan rakyat. (Penulis adalah Praktisi dan Pemerhati Pemerintahan)