
Makassar, Inspirasimakassar.com:
Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) Wilayah Sulawesi, Dodi Kurniawan mengajak pemantau independen kehutanan bersinergi membongkar praktik kejahatan kehutanan.
Sebagian besar kejahatan pembalakan liar (illegal logging) dan peredaran kayu ilegal tidak dilakukan secara tunggal, tetapi dalam jejaring banyak pihak, melibatkan oknum aparat keamanan dan oknum pemerintah. Karena itu dalam pengamanan dan penegakkan hukum bidang kehutanan harus dalam sinergi dan kolaborasi banyak pihak.

Dodi mengemukakan hal itu ketika menjadi narasumber dalam Lokakarya Mendorong Perbaikan Tata Kelola Kehutanan dan Implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) di Sulawesi Selatan, dilaksanakan JURnaL Celebes, 16-17 Maret 2021, di Makassar.
Kepala balai yang bertanggung jawab terhadap pengamanan dan penegakkan hukum kehutanan di Pulau Sulawesi itu menyatakan salah satu kendala dalam pengamanan hutan dan penegakkan hukum karena minimnya informasi lapangan.
”Kejahatan itu sudah jelas, ada kejadian, ada bukti, tetapi karena minimnya informasi, sehingga yang ditangkap hanya pelaku lapangan. Pihak yang berada di balik kejahatan itu, rata-rata tidak tersentuh,’’ ungkap Dodi dalam kegiatan yang didukung FAO dan Uni Eropa lewat Program FLEGT ini.

Menurut Dodi, sulit mengatasi kejahatan di bidang kehutanan, kalau itu hanya dilakukan tiap- tiap institusi yang berwewenang. Sebab, dalam kejahatan kehutanan bisa sampai 10 pidana. Dodi memerinci antara lain; usaha tanpa/tidak sesuai izin, pemalsuan dan penyalahgunaan dokumen, pemanfaatan kawasan hutan tanpa izin, menguasai hasil hutan tanpa izin, tindak pidana yang di-backing aparat negara, perizinan yang non prosedural, memobilisasi pembentukan kelompok masyarakat untuk menguasai kawasan dan hasil hutan, menghalangi proses hukum, korupsi sumber daya hutan.
Pemalsuan dokumen, kata Dodi, menjadi salah satu modus paling banyak yang dilakukan. Ia memberi contoh Laporan Hasil Crussing (LHC) atau identifikasi dan penebangan pohon, yang hampir semuanya tidak benar.
Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 66 Tahun 2016, semua hasil hutan kayu dilakukan di hutan negara, harus dihitung jumlah, volume, jenis, oleh tenaga teknis pengelolaan hutan. Tetapi yang terjadi seolah-olah tidak ada petugas di lapangan, tidak ada pemantau di lapangan. Banyak LHC palsu.

”Saya ingin
teman-teman di BPHP juga perhatikan ini. Saya ingin kita jujur. Teman-teman
BPHP (Balai Pengelolaan Hutan
Produksi-red) tidak punya anggaran
memantau di lapangan. Akhirnya jenis
kayu indah, dibayar rimba campuran. Harga sebenarnya jutaan, hanya dibayar dua
ratus ribu. Negara lost contact miliran rupiah. Ini salah
satu kelemahannya SVLK. Saya ingin bongkar, kalau
masih bermain seperti ini,” tegas Dodi, sambil mengajak pemantau independen,
KPH dan aparat penegak hukum lainnya untuk
bersinergi dalam pengawasan hutan.
Dodi yang sebelumnya bertugas di Jawa, Sumatra, dan Nusa Tenggara ini menyatakan kejahatan seperti ini terjadi hampir semuanya wilayah di Indonesia, termasuk di Sulawesi Selatan. Selama dua tahun memimpin Gakkum Wilayah Sulawesi, sejumlah kasus terkait pemalsuan ini sudah dibongkar, terutama di Sulawesi Tenggara.
Menurut Dody, kejahatan kehutanan di Sulawesi, termasuk Sulawesi Selatan, cukup tinggi, meskipun dalam skala yang kecil.

‘’Kejahatan kayu di Sulawesi ini semuanya kecil-kecil. Tetapi terjadi secara kontinu, banyakkasus, jadi kalau diakumulasi, kerugiannya tentu tidak kecil,’’ tambah Dodi.
Dodi menambahkan, laporan online (self assessment) yang dilakukan sendiri oleh perusahaan/industri, merupakan inovasi yang bagus dalam sistem pelaporan. Tetapi sistem yang tujuannya mengurangi praktik manipulasi itu justru selalu dimanfaatkan kelemahannya untuk melakukan tindak kejahatan.
”Masih ada oknum bermain mata melalui SIPUHH (Sistem Informasi dan Penata-usahaan Hasil Hutan-red). Oknum aparat pemerintah dan oknum pengusaha. Mereka membayar provisi.
Semuanya sah. Tetapi negara lost contact (kehilangan) pendapatan,” ungkap Dodi sambil.

Kolaborasi Perbaikan Tata Kelola
JURnaL Celebes melaksanakan kegiatan lokakarya dengan topik ‘’Perbaikan Tata KelolaKehutanan dan Implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu di Sulawesi Selatan’’ pada tanggal 16 sampai 17 Maret 2021, di Kota Makassar.
Kegiatan tersebut menghadirkan peserta dari berbagai instansi pemerintah yang mengurusi sektor tata kelola kehutanan, di antaranya Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan, Balai Pengelolaan Hutan Produksi (BPHP) Wilayah XIII Makassar, Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (GAKKUM LHK) Wilayah Sulawesi, dan beberapa Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Sulawesi Selatan.
Di luar ruang lingkup pemerintah, juga turut berpartisipasi sebagai peserta merupakan perwakilan organisasi masyarakat sipil yang bergerak pada isu-isu kehutanan dan lingkungan hidup. Turut hadir juga perwakilan delapan tim pemantau independen di Sulawesi Selatan yang dilatih JURnaL Celebes melalui program yang didukung Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT) atau penegakan hukum untuk tata kelola kayu dan perdagangan, kerja sama JURnaL Celebes dengan Food And Agriculture Organization (FAO) dan Uni Eropa.
Koordinator Program JURnaL Celebes, Erni Susanti menyampaikan, kegiatan lokakarya ini merupakan program peningkatan kapasitas dan kolaborasi para pemangku kepentingan untuk penguatan pengawasan hutan dan legalitas kayu di Sulawesi Selatan.

‘’Tujuan dari kegiatan lokakarya ini adalah mendorong perbaikan tata kelola hutan yang berkelanjutan dan juga untuk memperkuat implementasi SVLK lebih baik lagi dalam upaya menjaga kelestarian hutan. Dalam program ini kami juga mengajak para pihak untuk bekerja sama yaitu masyarakat adat dan masyarakat lokal, kemudian pemerintah dari level provinsi hingga kabupaten, dan para pengusaha yang terlibat dalam bisnis usaha kayu. Kegiatan ini juga menjadi ruang dalam berbagai pengalaman terutama bagi teman-teman pemantau yang ingin berbagi hasil temuannya selama ini di lapangan,’’ kata Erni.
Sementara itu dalam
sambutannya, Direktur JURnaL Celebes, Mustam Arief mengatakan, lokakarya hari ini dilakukan khusus untuk
instansi pemerintah terutama dengan para kepala KPH, organisasi masyarakat sipil, dan pemantau
di delapan kabupaten. JURnaL Celebes akan
melakukan lokakarya berikutnya khusus untuk pihak industri kayu di Sulawesi Selatan. Setelah itu ada satu lagi lokakarya yang mempertemukan semua pihak baik itu pemerintah, industri dan masyarakat yang tujuannya adalah untuk mencari solusi-solusi kolaboratif demi mendorong perbaikan tata kelola hutan dan implementasi SVLK.
‘’Kami juga berharap kegiatan ini akan menghasilkan rumusan solusi dan rekomendasi bersama tentang tata kelola kehutanan dan perdagangan kayu berkelanjutan, termasuk penguatan implementasi SVLK,’’ ungkap Mustam.
Selama dua hari berlangsung, fasilitator dalam kegiatan lokakarya adalah Asmar Exwar, selaku Dewan Pengurus Jaringan Pemantau Independen (JPIK). Turut hadir juga beberapa narasumber di antaranya, BPHP Wilayah XIII Makassar, Gakkum LHK Wilayah Sulawesi dan Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan.
Lokakarya ini kemudian menghasilkan berbagai rekomendasi dalam bentuk kerja-kerja kolaboratif antara pihak KPH, pemantau independen dan instansi pemerintah untuk penguatan tata kelola hutan dan implementasi SVLK di Sulawesi Selatan. (mus)
JURnaL Celebes
Jl. Borong Raya, Kompleks Delta Mas II Blok D 1 No. 14, Makassar 90233, Sulawesi Selatan, Indonesia, Phone: 08114444737, Email: jurnalcelebes@gmail.com, Website: www.jurnalcelebes.or.id , www.jpikcelebes.or.id , Facebook: Jurnal Celebes, Instagram: @jurnalcelebes, Youtube: Jurnal Celebes, Twitter: @JURnaLCelebes