Foto dok. Kompas
Ilustrasi/dok. Kompas

JAKARTA – Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir menilai program bela negara diperlukan untuk mencegah lulusan terbaik di Indonesia untuk bekerja di luar negeri.

Namun, konsep bela negara ala Menristek Dikti itu mendapat kritik dari Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I4), yang merupakan bagian dari diaspora Indonesia di luar negeri.

Menurut Ketua Umum I4 Johnny Setiawan, bela negara juga bisa dilakukan para diaspora Indonesia di luar negeri.

Menurut Johnny Setiawan, diaspora Indonesia dapat menjadi benteng dan pilar intelektual yang juga melakukan peran diplomasi, baik itu mahasiswa atau yang bekerja di luar negeri.

“Indonesia, masih memerlukan banyak pelajar cemerlang di luar negeri yang diharapkan menjadi peneliti berstandar internasional agar dapat menjadi mercusuar intelektual Indonesia di dunia,” kata Setiawan, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (30/3/2016).

I4 menilai jumlah pelajar dan peneliti berkualitas di Indonesia juga perlu ditingkatkan. Salah satu cara dapat dilakukan dengan belajar di luar negeri.

“Semakin banyak pelajar Indonesia berkualitas di luar negeri, maka semakin terangkat nama Indonesia di dunia,” ujar Setiawan.

Anggaran riset

Setiawan menilai, agar Indonesia dapat mengejar ketertinggalan di bidang riset dan pengembangan, diperlukan dana sebesar 2 ­ 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) per tahun.

Artinya, diperlukan sekitar 21 miliar dollar AS per tahun. Sedangkan porsi ideal dari pemerintah adalah 15 persen atau 3,2 miliar dollar, dan sisanya atau 85 persen dari sektor swasta, terutama industri.

Saat ini, menurut Setiawan, Gross Expenditure on Research and Development Indonesia atau alokasi kotor yang disiapkan untuk riset hanya sebesar 0,08 persen dari PDB.

“Angka ini sangat kecil dibandingkan dengan negara lain. Bahkan masih kalah dari beberapa negara berkembang di Afrika, seperti Ethiopia (0,61 persen),” tutur Setiawan.

Padahal, dari investasi riset yang besar, Indonesia dapat menghasilkan produk teknologi dengan nilai ekspor yang sangat tinggi.

Karena itu diaspora Indonesia di seluruh dunia merupakan aset Indonesia yang sangat besar, baik dari sisi ekonomi, budaya maupun keilmuwanan.

Remitansi atau transfer uang diaspora Indonesia juga besar. Pada 2015, remitansi mencapai 10,5 miliar dollar AS, naik 2 miliar dollar AS dari tahun 2014.

“Ini membuktikan kepedulian mereka terhadap tanah airnya. Mereka juga memiliki Indeks Pembangunan Manusia yang tinggi dan rasa kecintaan tanah air yang sangat besar,” ucap Setiawan.

Sedangkan ahli neuroscience Indonesia di Amerika Serikat yang juga anggota I4, Profesor Taruna Ikrar mengatakan, para ilmuwan di luar negeri bisa menjadi duta bangsa untuk melakukan transfer ilmu pengetahuan, teknologi, dan devisa.

Menurut Ikrar, konsep bela negara yang baik bukan dari doktrin kenegaraan, tapi prestasi yang dihasilkan. Rasa kecintaan terhadap Tanah Air bisa dipupuk, di mana pun warga Indonesia berada.

“Bangsa Indonesia tidak boleh menjadi ‘katak dalam tempurung’ oleh konsep bela negara yang keliru,” kata dia.

Sebelumnya, Menristek Dikti menyayangkan perginya para peneliti Indonesia ke luar negeri.

Ia berpendapat bahwa seharusnya peneliti Indonesia yang bekerja di luar negeri kembali ke Tanah Air untuk membangun negerinya sendiri. (Kompas)

TINGGALKAN PESAN

Please enter your comment!
Please enter your name here