Indonesia memiliki keanekaragaman hayati terbesar, setelah Brasil. Salah satunya ikan hias. Sedikitnya 700 spesies ikan hias air laut. Sekalipun demikian, baru diidentifikasi sekitar 480 spesies. Sekitar 200 diantaranya telah diperdagangkan secara luas. Pangsa pasarnya secara global mencapai 20 persen. Sekitar 95 persen diantaranya masih ditangkap dari lautan lepas. Dan hanya 5 persen yang dibudidayakan.
Bisnis ikan hias ternyata tidak dapat dipandang sebelah mata. Pasalnya, bisnis ini memiliki prospek cukup menjanjikan. Salah satunya ikan koi. Terdapat banyak jenis ikan koi, tiga antaranya yang sangat terkenal disebut Gosanke. Yang termasuk Gosanke adalah kohaku, sanke, dan showa. Jenis lainnya adalah Hikari. Membudidayakan jenis ikan hias ini memberi keberuntungan.
Memelihara koi sangat menyenangkan, bila didukung pengetahuan, pengalaman, dan kemauan mempelajari hal-hal baru. Selain karena hobi, ikan hias dengan pesona warna dan lekukannya yang indah, serta keelokannya saat menyembul dan melompat menjadikan pemandangan istimewa. Ini menjauhkan seseorang dari stres. Harganya tak tanggung-tanggung, mulai Rp2000 hingga puluhan juta rupiah per ekor.
David Oen misalnya. Dibawah bendera Bintang Koi Makassar, dia sukses mendirikan bisnis ikan koi. Jenis koi unggulan yang membuatnya dikenal adalah Hikari. Koi berwarna metalik mengkilap, berciri dasar silver dengan variasi corak warna merah dan hitam ini membuat pria kelahiran 17 September 1970 ini banyak mendulang keberuntungan.
Pebisnis ikan hias lainnya adalah Benny. Bermula dari sekadar hobby, dia tercatat sebagai pengusaha ikan hias yang cukup diperhitungkan di Jakarta. Tahun 2010 namanya makin dikenal. Pasal ikan hias yang dikembangkan, dikenal sebagai ikan hibrid.
Benny terjun ke bisnis ikan hias dengan modal Rp5000 tahun 1998. Saat itu dia mengembangbiakkan sepasang ikan cupang. Saat itu, jenis ikan hias ini lagi tren. Dalam satu setengah bulan, Benny panen 400 ekor ikan cupang. Dalam sehari, dia meraup omzet Rp3 juta. Harga yang ditawarkan mulai Rp10.000, hingga jutaan rupiah. Untuk ikan berumur tiga bulan hingga empat bulan harganya Rp300.000 hingga Rp500.000.
Menurut David, koi jenis Hikari memang sulit dipelihara, sehingga para pebudidaya enggan memeliharanya. Sekalipun demikian, karena menyukai tantangan, makanya dia membulatkan tekad memeliharanya dengan baik.
Warga Jalan Sultan Alauddin lorong 8 no 1 Makassar ini, ada beberapa jenis Koi Hikari yang dipelihara, diantaranya Hesei Nishiki, Yamato Nishiki, serta Kujyaku. Ada juga varitas Gosanke. Salah satu bukti David membangun bisnis ikan hias secara sunggh-sungguh, karena keikutsertaannya menyandingkannya keberbagai event, hingga meraih penghargaan nasional.
Prestasi yang layak dibanggakan itu karena keberhasilannya mengalahkan koi-koi impor. Selain prestasi cemerlang itu, banyak ternakan Bintang Koi mendapat juara pada bebagai kontes tingkat Kota Makassar, serta beberapa kota di pulau Jawa. Termasuk mengikuti ajang 3rd Asia Koi Show 2013.
“Jenis Hikari, disukai berbagai kalangan, mulai menengah hingga kalangan atas. Ada pejabat lingkup pemerintah provinsi Sulawesi Selatan, bupati, pengusaha, hingga politisi,” tutur ayah tiga orang anak ini, seraya menambahkan, harga yang ditawarkan mulai Rp2000 hingga Rp15 juta per ekor.
Menurut putra kedua dari delapan bersaudara ini, agar sukses menjalankan bisnis ini, maka poin utama adalah memperhatikan air. Mulai dari pembuatan saringan, filter, komposisi material yang khusus dengan ekosistem air yang lebih baik. Alasannya, karena setiap jenis ikan mempunyai rentang terhadap derajat keasaman air yang disukai.
“Agar ikan-ikan berhasil, sangat ditentukan oleh 80 % dari ekosistem air bagus. Sedangkan makanan atau gizi yang diberikan hanya 20 persen. Makanya, saya sendiri yang membuat saringan air,” jelasnya.
Berbekal modal Rp7,5 juta kongsi dengan teman, David memburu koi dari Surabaya. Namun dia sial. Koi-koi itu mati. Dua kali gagal, tidak menjadikannya patah semangat, melainkan dijadikan pembelajaran.
Tahun 1993 dia memulai kembali secara otodidak tanpa bekal pengetahuan pemijahan. Walhasil, meski sering mendapatkan telur, namun banyak gagalnya. Jika didapat, kualitasnya masih kurang. Tahun 1999 menjadi tahun keberuntungan. Saat itu, dia mulai berburu lagi indukan koi di Surabaya, Bandung, serta Jakarta. Satu demi satu indukan dikumpulkan, hingga menjadi sekitaran 50 pasang koi berbagai veritas. Ukuran indukan mulai 60 cm hingga 80 cm dengan rentang usia 3 tahun hingga 5 tahunan.
Tahun 2005 David melalui Bintang Koi, membangun fasilitas baru dilahan sekaligus menjadi ruang pamer dan tempat tinggalnya. Disana terdapat 10 buah kolam. Tiga kolam diantaranya berkapasitas masing-masing 25 ton. Kolam lainnya berkapasitas 12 ton, dua kolam 5 ton, sedangkan dua lainnya berukuran besar masing-masing 40 ton. Semua kolam dibuat bertahap dan dirancang sendiri. Selain diruang pamer tersebut, David juga menjual koi melalui sistem online, termasuk di gerai khusus Mall GTC Makassar.
Bertahun-tahun bereksperimen kemudian mengantarkannya pada kesimpulan sederhana tentang proses pemijahan. Yaitu, kolam harus bebas bakteri atau parasit. Selain itu, memilih indukan betina yang matang telur dan pejantang matang sperma. Begitu pula untuk memilih pasangan indukan, tidak memiliki trick khusus, melainkan berdasarkan bentuk tubuh dan skin yang baik.
Kegiatan pesamaran dilakukan sederhana. Dia mengandalkan kekuatan word of mouth. Inilah cara paling epektif bagi industri Koi. Untuk mendukungnya, dia rajin menyambangi konteks diberbagai tempat. Termasuk terus memotivasi koleganya di Makassar untuk terus menampilkan hasil produknya menjadi terbaik. (din)