
Pada suatu pagi, tepatnya empat hari jelang pelantikan, di kantor Balaikota Makassar, Nielma Palamba, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan mengatakan bahwa Pak Danny sudah sangat ingin menjalankan ide ide kreatif nya dalam memimpin kembali kota ini, setelah hampir dua tahun beliau tidak berada dalam pemerintahan.
Greget itu terjadi setelah melihat bahwa tidak ada cara kreatif dan efektif yang ditempuh para pejabat Walikota selama kurun waktu tersebut. Ada tiga pejabat yang pernah memimpin Kota Makassar dalam rentang masa pelaksanaan pilkada 2018 ke pilkada 2020, kecuali Prof Yusran yang hanya memimpin kurang dari dua bulan — akibat kebijakan gubernur Sulawesi Selatan Prof Nurdin Abdullah saat itu dengan alasan yang tidak jelas — tidak ada hal “luar biasa” program dan kebijakan yang diambil. Terlebih setelah terjadinya pandemi covid19 sejak bulan Maret 2020 lalu.
Artinya, hampir satu tahun ini fokus perhatian pada krisis kesehatan melanda pada program dan kebijakan yang diambil. Namun tidak memperlihatkan “keampuhan” penanganan pandemi secara signifikan hasilnya terlihat.
Relaksasi dan realokasi anggaran dilakukan agar dapat lebih serius dalam menerapkan program yang dimulai pemberlakukan pembatasan sosial berskala besar dua kali, dilanjutkan pembatasan kegiatan masyarakat, pun hasilnya sama, tingkat keterpaparan dan keterjangkitan itu tetap tinggi. Di atas rata rata angka normal yang ditetapkan badan kesehatan dunia lima persen. Artinya, dari 100 orang yang menjalani screening covid19 ada 5 orang terpapar.
Belum lagi pelayanan yang juga mengalami penurunan yang dirasakan oleh masyarakat. Bukan saja karena faktor Word From Home yang diberlakukan, namun aspek ekonomi turut “menggerogoti” sehingga membuat dunia usaha kelimpungan menghadapi krisis kesehatan terparah dalam sejarah krisis dunia dalam seratus tahun terakhir. Hampir semua sendi kehidupan terdampak virus ini. Luar biasa.
Inovasi Danny
Sosok H Ramdhan Pomanto nama lengkap dari sapaan yang sangat akrab bagi warga Makassar Danny Pomanto yang biasa disingkat DP, telah banyak diketahui kiprahnya selama memimpin Kota Makassar pada 2014 – 2019.
Banyak prestasi yang telah dia ukirkan. Paling fundamental adalah gagasan Makassar Smart City sebagai bagian dari manifestasi Makassar Kota Dunia. Satu satunya kota di Indonesia yang berani mengklaim diri dalam sebuah visi membangun kota dengan julukan Kota Dunia. Yang di dalamnya terdapat jargon dua kali tambah baik. Pria yang lahir pada 30 September 1964 ini, memang dikenal banyak gagasan dan ide ide baru yang ditunjukkan pada segenap aparatur sipil negara di lingkup pemerintah kota Makassar. Serta prestasi yang menonjol, salah satunya mendapatkan piala Adipura pada 2017 setelah 17 tahun lamanya menanti penghargaan ini, yang hanya diperoleh pada masa kepemimpinan Malik B Masri.
Dari sisi fisik bangunan tidak ada hal baru, meskipun apa yang ada sekarang, seperti Revitalisasi Pantai Losari di masa kepemimpinan Ilham Arif Sirajuddin sebagai walikota, diarsitekinya. Dan banyak lagi jejak jejak pembangunan yang ada di kota Makassar hasil ide kreatif Danny Pomanto, seperti masjid terapung masih di kawasan Pantai Losari, salah satu ikon Makassar.
Yang menarik, tentunya adalah inovasi Smart City yang telah banyak mendapatkan pengakuan kota kota di kawasan ASEAN. Adalah keniscayaan zaman bagi semua negara berkembang untuk menciptakan suatu sistem penanganan kota yang cerdas dengan memanfaatkan teknologi.
Smart city ala kota Makassar ini meliputi delapan belas sektor, mulai dari pendidikan, kesehatan, pelayanan publik, administrasi keuangan daerah, lingkungan hidup, ekosistem dan biota laut sebagai bagian dari dampak reklamasi laut, namun dari aspek perhitungan seorang DP justru akan membuat kelestariannya terjaga, serta sektor lainnya yang perlu dibenahi.
Makanya, mengapa DP maju kembali dalam pertarungan jabatan Walikota, oleh sebab masih banyak hal yang belum diselesaikan untuk terus dikerjakannya. Makanya, muncullah jargon berikutnya, jangan kembali mundur. Maksudnya, capaian itu tidak boleh stagnan apatahlagi mundur, namun harus terus dikembangkan.
DP beranggapan bahwa kesinambungan kepemimpinan dalam meneruskan program dan kebijakan itu harus ditempuh agar tidak terjadi deviasi pengembangan kota.
Katanya, tidak boleh lagi ada pemikiran bahwa tiap pemimpin harus membuat sejarahnya sendiri, pada saat yang sama sejarah masa lalu “dipangkas” habis demi sebuah sejarah baru untuk dirinya. Kesinambungan pembangunan itu adalah kemestian, bukan semu, terlebih di”habisin”. Ini yang harus dirubah dalam cara pandang membangun sebuah wilayah yang baik.
Dan menjadi penghargaan oleh rakyat akan hasil karya pemimpinnya. Rekam jejak setiap pemimpin itu selalu hadir dalam ruang fisik yang dapat dilihat, bukan hanya dikenang dalam fikir dan khayali saja.
DP-FATMA, ADAMA
Pada periode pertama kepemimpinan DP sebagai Walikota bisa dikatakan sebagai pemain tunggal. Ini juga kesan oleh banyak pihak. Sebenarnya tidaklah salah. Memang undang undang mengatur terkait itu. Wakil kepala daerah dalam posisi bukan sebagai pengambil keputusan. Posisi wakil itu pada tataran pengawasan dan tugas tambahan yang diberikan oleh “bos” nya. Meskipun toerinya satu kesatuan dalam satu kotak bagan struktur.
Tetapi dalam prakteknya, jika kepala daerah berhalangan sementara maupun tetap, barulah namanya wakil menjalankan tugas kepala daerah. Sehingga, pada era pertama itu, DP sangat leluasa mendeskripsikan apa yang dia pikirkan dengan apa yang akan dia kerjakan. Itu akan sama di masa kebersamaan dengan Fatmawaty Rusdi. Ini perlu dikemukakan secara dini, sebab jangan sampai ada penilaian bahwa ada hubungan yang kurang harmonis atau sedang ada keretakan antara walikota dan wakilnya.
Peraturan perundangan telah menjelaskan secara rinci apa tugas kepala dan wakil kepala daerah dalam pasal 63 hingga 66 Undang Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pelimpahan kewenangan dapat saja dilakukan dengan menerapkan pasal 88 undang undang yang sama ke dalam bentuk peraturan daerah yang merinci tugas dan kewenangan wakil kepala daerah. Ini telah banyak contoh di daerah lain memiliki aturan tersebut. Kalau hal ini dapat di buat pula pada masa kepemimpinan ADAMA, itu sah sah saja.
Terulang kepada adanya kesepakatan antara kepala daerah, wakil kepala daerah serta DPRD. Yang pasti, bahwa masing masing pimpinan daerah mengetahui batas koridor kewenangan yang di bingkai dalam etika pemerintahan.
Rakyat Menanti
Janji janji yang disampaikan dalam masa sosialisasi dan kampanye itu yang paling di nanti masyarakat. Walaupun itu tidak mengikat, namun yang namanya komitmen selayaknya diwujudkan dan dipenuhi. Penuangan berbagai janji tersebut disusun dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah yang berlaku dalam periode kepemimpinan, dan itu pula sebagai manifestasi pelaksanaan rencana jpembangunan jangka panjang.
Visi dan Misi adalah patron penyusunan berbagai program dan kebijakan yang diaplikasikan pada kegiatan kegiatan yang dikerjakan oleh satuan kerja perangkat daerah yang secara operasional mendeskripsikan visi dan misi yang termatub dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah.
Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian DP dan juga Fatma adalah pertama, pemangku jabatan pada satuan kerja perangkat daerah harus mampu menerjemahkan secara rinci dari visi dan misi itu sesuai tugas dan fungsi satuan kerjanya, kedua, tidak boleh ada visi dan misi satuan kerja yang bertentangan dengan visi dari kepala daerah.
Agar tidak terjadi tumpang tindih atau bahkan “berseberangan” dengan visi kepala daerah, ketiga, bahwa semua komponen dapat dilibatkan, paling tidak memberikan masukan konstruktif dalam membuat rencana detail suatu program dan kebijakan, keempat, khususnya di Bappeda sebagai leading sector perencanaan, harus menempatkan orang orang yang memiliki latar ilmu yang futuristik, munpuni dan “membaca” arah yang diinginkan kepala daerah.
Di sini lemahnya ataupun kuatnya suatu visi dapat diwujudkan. Parameter keberhasilan suatu perencanaan pembangunan wilayah laboratoriumnya ada pada penelitian dan pengembangan. Oleh karenanya, peran bappeda dan balitbangda adalah satu kesatuan yang korelatif, kelima, kecamatan dan kelurahan sebagai ujung tombak pelayanan kepada masyarakat perlu perhatian serius.
Keluhan masyarakat harus secepatnya di respon oleh lurah dan camat. Paling tidak, lurah camat menjadi fasilitator dalam menjembatani penyelesaian masalah jikalau itu bukan kewenangan langsungnya. Kebijakan dan program sedapat mungkin berbasis riset. Ini suatu keharusan yang tidak dapat di tawar jikalau ingin benar benar mengimplementasi visi dan misi serta rencana pembangunan jangka menengah daerah menjadi sebuah kenyataan, bukan pada tataran fatamorgana di tengah oase di padang pasir. (Penulis, Praktisi dan Pemerhati Pemerintahan)