
Sarjana Ilmu Keperawatan Univesitas Indonesia (UI) ini memiliki segudang aktivitas. Dia dan teman-temannya di Nalacity Foundation, yakni program social yang terbentuk melalui Indonesia Leadership Development Program (ILDP) UI ini tetap peduli terhadap sesama. Mereka menjalankan social project, sekaligus melakukan pembinaan dan pengajaran wirausaha kepada mantan penderita kusta di Kampung Sitanala, Tangerang. Perempuan ini adalah, Hafiza Elfira Novitarini.
Menjadi leader dalam sebuah proyek sosial, adalah prestasi membanggakan. Tetapi bukan perkara mudah untuk dijalani. Karena butuh kemampuan manajerial yang mumpuni, focus, dan sabar.Sekalipun demikian, dengan niat dan komitmen yang kuat, serta dukungan orang-orang terpercaya, yakinilah dapat dilaksanakan dengan baik.
Berawal dari tugas kampus, Hafiza Elfira Novitarini mengawali niatan baiknya membina mantan penderita kusta, hanya tiga bulan. Saat itu, dia melihat fenomena sosial yang terjadi Kampung Sitanala, para mantan penderita kusta tidak mau kembali ke rumahnya, setelah dokter menyatakan mereka sembuh.
Mereka yang lazim disebut dengan Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) merasa malu untuk berkumpul lagi bersama keluarganya, sehingga mereka memutuskan ti
nggal di sekitar rumah sakit. Pekerjaan serabutan pun menjadi pilihan mereka, seperti pemulung, tukang sapu jalanan, atau bahkan pengemis. Bersama empat teman , Fiza, sapaan mahasiswa berprestasi UI ingin merubah sudut pandang mereka hidup mandiri dengan tidak mengandalkan pemberian orang lain semata.
Perempuan kelahiran Jakarta, 22 September 1990 ini kemudian merubah sudut pandang masyarakat yang akan diberdayakan itu sulit. Awalnya mereka tidak mau meninggalkan pekerjaan serabutan. Namun dengan pendekatan yang intens dan personal, akhirnya terkumpul 20 ibu.
Melalui Nalacity Foundation, Fiza dan kawan-kawan menawarkan bisnis jilbab manik-manik. Mereka melihat bahwa ibu-ibu di Kampung Sitanala bisa menjahit, meski keadaan kurang sempurna. Apalagi, kebutuhan wanita muslimah akan jilbab berbagai model saat ini semakin marak. Untuk menghasilkan produk berkualitas, Nalacity Foundation menggandeng seorang fashion designer untuk mengasah kemampuan menjahit mereka.
Setiap bulan, Fiza belanja sebanyak 60-80 bahan dari supplier di Jakarta dan langsung diantar ke Kampung Sitanala. Setiap pekan, produk yang sudah jadi diambil Nalacity Foundation.
Kegiatan sosial yang dilakukan sejak tahun 2011 ini tak melepas begitu saja urusan bisnis ini kepada ibu-ibu tersebut, mereka turut membantu dalam proses packaging dan pemasaran. Fiza memanfaatkan media online seperti website, twitter, facebook, dan instagram untuk memasarkan produk-produk tersebut. Namun dia juga sering ikut dalam berbagai event seperti bazaar.
Sebulan, produksinya mencapai 50-70 buah. Bukan hanya jilbab, tapi juga memproduksi bross. Pembelinya kebanyakan berasal dari Jakarta, selebihnya Jawa dan Sumatra. Namun pembeli tak hanya berasal dari dalam negeri.
Satu hari, jilbab dan bross terjual sampai tiga buah. Untuk kelebihan atau ciri khasnya, selain memakai bahan berkualitas, juga dihiasi manik-manik. Jilbab manik-manik ini dibanderol Rp50.000 hingga Rp80.000, sedangkan bross dijual dengan harga Rp20.000 hingga Rp25.000. Omzet yang diperoleh per bulannya sekitar Rp 1 juta- Rp 3 juta dengan keuntungan 20%-50%. Dari keuntungan tersebut, 10%-30% nya dipakai untuk modal produksi berikutnya dan membiayai program pemberdayaan masyarakat melalui Nalacity Foundation. Adapun, ibu-ibu di Kampung Sitanala mendapatkan Rp 7.000-Rp 20.000 untuk satu produk yang mereka buat.
Berkat aksis sosialnya tersebut, Fiza mendapatkan penghargaan dari Majalah The Marketeers di akhir tahun 2014 lalu sebagai Young Woman Netizen 2015. Ke depannya, Fiza ingin meningkatkan kemampuan ibu-ibu OYPMK di sana sehingga bisa lihai juga dalam membuat aksesoris lain atau bahkan menjahit baju. (bs-din)