Kaleng
Meraup Omzet dari Drum dan Kaleng Bekas

Handicraft atau kerajinan tangan, dapat dikerjakan dari bahan murah. Misalnya dari limbah kaleng makanan, kaleng minuman, drum bekas minyak atanah, dan lainnya. Kreasi tanpa batas ini dapat dilakukan bagi yang hobi, hingga anak sekolah . Kerajinan ini sebagai mata pencaharian yang lebih menguntungkan, tetapi pelakunya harus memiliki kreatifitas cukup baik.

Biasanya keberadaan kaleng bekas hanya menjadi tumpukan sampah di setiap rumah. Bahkan, sebagian besar orang, melihat tong sampah atau drum bekas tidak berarti. Paling mentok, benda tersebut dijadikan bunyi-bunyian, teman begadang. Disisi lain, sejumlah orang hanya menjadikannya sebagai limbah.

Kadang sangat sulit mencerna, bagaimana awal boneka dan hiasan dibuat dari kaleng bekas drum oli berbagai ukuran. Seorang ibu rumah tangga, Lani Cahyaningsari berhasil mendaur ulang sampah kaleng menjadi beragam jenis kerajinan unik yang bernilai jual cukup tinggi. Disisi lain, ada yang mengubah drum bekas menjadi tokoh mirip boneka anak yang sering ditayangkan di televisi, Shaun The Sheep. Tetapi tokoh ini sedikit menyeramkan karena terbuat dari besi.

Tubuh boneka si Shaun bersiku mengikuti lekuk kaleng berbahan plat besi. Tentunya, tak semudah mendesain boneka dengan media kain. Namun warna kaleng yang tampak di setiap lekukan memberikan aksen kuat tentang bagaimana proses kreatifnya. Sedangkan dari kaleng susu bekas dapat dibuat menjadi tempat pensil cantik. Tentunya, dalam membuat kerajinan harus bisa berimajinasi dan mampu menuangkan ide dalam bentuk nyata.
Adalah Putu Armonis. Justru memanfaatkan drum dan kaleng bekas menjadi kerajinan bernilai tinggi.

Ketertarikannya dengan drum bekas berawal, saat dia mengantar barang menuju gudang kargo. Di sana Putu melihat tumpukan berbagai barang dari drum bekas. Dia pun mulai berpikir kenapa tong sampah miliknya tidak dijadikan sebagai pendulang rupiah?

Sebelum memulai, Putu melakukan survei di beberapa tempat yang menjual barang-barang sejenis yang bisa digunakan untuk menjalankan bisnis tong sampah barunya. Saat itu, dia belum berpikir untuk mencoba membuat berbagai kerajinan dari tong sampah tersebut, karena membutuhkan tukang las dan peralatan pendukung merealisasikan imajinasinya.

Usai membeli beberapa tong sampah dan drum bekas, Putu memberanikan diri mengontrak art shop di Banjar Gentong, Tegalalang, Gianyar, Bali. Akhirnya dia berhasil memajang tong sampah dari kaleng bekas. Awalnya, jangankan mau membeli. Melihat pun malas. Banyak tamu yang lewat di depan art shopnya, namun tidak ada satupun yang tertarik.

Seiring berjalannya waktu, ada tamu pertama dari Australia yang memberikan ide untuk merubah bentuk dari drum bekas menjadi barang-barang menarik. Setelah itu, Putu membeli peralatan untuk mengalihkan perhatiannya dari sekadar menjual tong sampah menjadi berbagai kerajinan kaleng bekas. Kini, Putu memajang kaleng bekas yang sudah didesain ulang menjadi boneka dan hiasan rumah lainnya.

Putu pun semakin percaya diri, dia mulai membuat kerajinan dari kaleng bekas sesuai selera tamu. Menurutnya, bisnis dari tong sampah bekas ini memiliki masa depan yang cerah karena sudah memiliki pelanggan dan pasar tetap.

Putu mengakui, pelanggan loyalnya hampir 100% dari luar negeri terutama Eropa, Australia dan New Zealand. Dalam sebulan saja, rata-rata omzet yang dikantongi bisa mencapai Rp80 juta. Jika sedang ramai bisa mencapai Rp165 juta.

Dengan menjalani bisnis ini, dia telah memiliki workshop khusus pengelasan untuk membuat kerajinan dari drum bekas di Singaraja. Workshop tersebut menampung 14 orang karyawan dan setiap dua kali seminggu memasok barang ke art shopnya.

Dia menjual kerajinan berbentuk alphabet, bangku, meja, interior, boneka dan kaca dari drum dan kaleng bekas, serta beberapa barang bekas yang digunakan untuk melengkapi kerajinan. Harga yang ditawarkan mulai Rp65.000 hingga Rp2,5 juta.

Soal bahan baku, Putu tidak kesulitan. Karena langsung berhubungan dengan pedagang pengepul barang bekas atau rongsokan. Sebelum menekuni bisnis drum bekas, Putu lebih dulu terjun ke bisnis pembuatan kursi meja dengan menggunakan kayu kopi pada 1996. Lama kelamaan, permintaan semakin lesu, sehingga beralih ke limbah kayu, pada 2010.

Limbah dari sampah laut yang dibuat kerajinan berbentuk sangkar burung hingga saat ini tetap ditekuni, karena sudah memiliki pelanggan tetap. Meski tidak begitu pesat, tetapi masih bisa bertahan hingga saat ini.
Lain halnya dengan Lani Cahyaningsari. Dia memanfaatkan beragam kaleng bekas dari kemasan susu kental manis, susu formula, kaleng kemasan biscuit, kaleng bekas cat, serta drum-drum bekas. Dia membuka bisnis kerajinan daur ulang pada tahun 2000 dengan nama “Kaleng Lani”.

Ibu tiga anak ini menyulap tumpukan kaleng bekas menjadi produk kerajinan yang sangat cantik dengan warna-warna menarik. Misalnya produk celengan, tempat pensil, kotak CD, kotak majalah, kotak tisu, lampu, jam, kotak surat, meja belajar, kaleng kerupuk, drum tempat sampah, serta masih banyak lagi inovasi-inovasi baru yang diciptakan lainnya.

Bertempat di galeri di Jalan Raya Cilandak KKO No.2 Kampung Kandang, Jakarta Selatan, Lani memproduksi beragam kerajinan kreatif daur ulang limbah kaleng dengan ciri khas warna-warni yang cerah dan pilihan gambar menarik. Seperti gambar aneka binatang, gambar orang, berbagai kendaraan, hingga bermacam-macam gambar angka serta huruf yang menghiasi kerajinan kaleng buatannya. Dia membidik anak-anak serta para ibu muda sebagai target pasarnya. Sehingga pilihan warna yang cerah dan gambar lucu, menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen. (miu-bs)

TINGGALKAN PESAN

Please enter your comment!
Please enter your name here