Foto: Int
Ilustrasi/Foto: Int

JAKARTA. Saham sektor perbankan mencatatkan kinerja negatif sepanjang tahun ini. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) per Jumat (15/4/2016), kinerja saham sektor keuangan minus 3,01% year-to-date (ytd).

Tekanan jual terhadap saham-saham perbankan juga banyak dilakukan oleh investor asing. Bahkan, sejumlah saham perbankan besar masuk dalam kelompok saham tertinggal (laggard).

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) misalnya, kinerja sahamnya sudah minus 12% (ytd) dan berkontribusi terhadap penurunan poin IHSG sebesar 31,7 poin.

Kemudian saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang tergerus 1,5% sepanjang tahun ini. Banyak faktor yang menyebabkan saham perbankan mulai diragukan belakangan ini.

Aditya Perdana Putra, analis Semesta Indovest mengatakan, risiko premi emiten perbankan cukup tinggi. Melihat kinerja sepanjang tahun ini, Aditya menilai saham bank masih underperform.

Hal ini tak lepas dari kebijakan pemerintah mengenai pembatasan margin bunga bersih atau net interest margin (NIM). Kondisi tersebut akan membuat kinerja bank menjadi tersendat dari sisi pertumbuhan.

Hingga akhir semester pertama tahun ini, Aditya memprediksi sektor bank masih berada dalam tekanan. “Kinerjanya mau tidak mau akan flat, bahkan cenderung tertekan,” ungkap dia.

Parningotan Julio, Kepala Riset Millenium Danatama Sekuritas mengemukakan, selain NIM, kredit macet atau non performing loan (NPL) sektor perbankan juga relatif naik.

Hal ini membuat kinerja keuangan dari emiten perbankan tidak terlalu baik dan akan berdampak terhadap likuiditas bank. “Awal tahun ini sebenarnya ekonomi sedikit terlihat ada perbaikan. Namun wacana penurunan NIM membuat laju saham perbankan tersendat,” ujar dia.

Teguh Hidayat, Direktur Avere Investama menilai, banyak kebijakan pemerintah terhadap emiten perbankan yang tidak dipahami oleh investor. Buntutnya, investor menjadi takut dan ragu untuk menaruh uangnya pada saham perbankan.

Contohnya adalah, rencana pemerintah mengubah acuan BI rate menjadi reverse repo. Namun, dia masih berharap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang membaik bisa mendongkrak kinerja perbankan.

Prospek di semester kedua Menurut Aditya, dengan berbagai kebijakan pemerintah, emiten bank masih akan sulit mendongkrak kinerja pada semester pertama tahun ini.

Namun, dia meyakini mulai masuk semester kedua nanti, perbankan mulai menyesuaikan diri dan kondisinya bisa lebih normal. Di saat yang sama, NPL bisa membaik.

“Sampai semester pertama masih akan underperform. Mereka butuh waktu untuk mengimplementasikan new tools dari BI,” prediksi dia.

Tekanan terhadap beberapa bank besar seperti BBRI dan BMRI sepanjang tahun ini membuat investor secara psikologis ikut-ikutan melakukan aksi jual di sejumlah saham lainnya, seperti di saham BBNI dan BBTN.

Namun, menurut Aditya, kondisi ini akan kembali pulih. Ia optimistis, sektor perbankan yang menjadi penggerak ekonomi tak akan pernah “mati”.

Nurulita Harwaningrum, analis MNC Securities mengemukakan, kebijakan pemerintah agar bank menyalurkan kredit dengan interest rate singe digit memang membuat saham bank merosot.

Dengan penurunan BI rate hingga 6,75%, bank ditekan untuk menurunkan lending rate-nya. Sehingga likuidtas perbankan ketat. Hal ini membuat sentimen jual pada saham perbankan.

Namun, berdasarkan kinerja, beberapa saham yang masih bisa dilirik tahun ini adalah BBNI, BBTN dan BJBR.

Sementara, menurut Aditya, investor sebaiknya mulai mencari peluang untuk buy on weakness beberapa saham bank seperti BBRI dan BMRI.

“Tunggu sampai nanti sudah jenuh jual,” imbuh dia. Sementara Teguh menyukai saham BBNI, BBRI dan BJTM. (Kontan)

TINGGALKAN PESAN

Please enter your comment!
Please enter your name here