Gogos

INSPIRASI Makassar – Luwuk bukan saja dikenal dengan po­tensi alamnya yang melimpa ruah. Selain perkebunan (kelapa sawit dan kakao), juga hamparan sawah begitu luas. Ada pula hasil perikanan. Terdapat pula pertambangan. Gas, minyak tanah, hingga emas. Tidak ketinggalan, daerah berjarak 607 km dari Palu, ibukota Su­lawesi Tengah ini memiliki berbagai sajian kuliner yang menggugah selera makan.

Majalah Inspirasi mendapat undangan menghadiri pernikahan alumni Sekolah Tinggi Manajemen dan Ilmu Komputer (STIMIK) Dipanegara Makassar, Muh Zulkarnain Sanaky,S.Kom dengan Dwi Anugrah Astuti, S.Pd-alumni Untika Luwuk, di Desa Kanyar Anyar Unit 1, Kecamatan Mailong, Luwuk-Banggai, pada 8 April 2016. Setelah acara resepsi, Minggu, 10 April, dengan meng­endarai dua mobil, Inspirasi dan rombongan menuju bandara Syukuran Aminuddin Amir.

Dalam perjalanan, kendaraan yang dikemudian Try Anugrah dengan penump­ang dokter Yati Sanaky dan bersama sua­minya (Yadi Matuseya) dan Kaka putrinya. Ada pula Yudi Sanaky dan Cum Pikal, tiba-tiba berhenti, di Desa Mendono, Ke­camatan Kintom saat melihat Dwi Anugrah Astuti– kakaknya, yang tak lain istri Muh Zulkarnain Sanaky yang mengendarai mo­bil dibagian depan berhenti di salah satu kios pinggir jalanan. Ternyata, Tuti, sapaan admin staff PT Eptco Dian Persada yang bergerak di bidang pengelolaan gas itu membeli penganan.

Penjualnya seorang nenek. Tuti mem­beli dua kantong plastik Lalampa, Harg­anya cukup murah, 6 biji Rp10.000. Bagi masyarakat diluar Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara menyebut Lalampa den­gan nama Gogos. Lalampa adalah salah satu jajanan tradisional. Ada yang menye­butnya sebagai lemper bergaya Sulawesi karena memang berbeda dengan lemper. Kalau biasanya lemper berisi ayam suwir atau abon, maka Lalampa berisi ikan suwir, atau daging ayam yang dibumbui pedas.

Ikan suwir bumbu pedas yang digu­nakan biasanya adalah cakalang pampis. Bisa juga menggunakan tongkol atau tuna pampis. Seperti halnya lemper, Lalampa ini berbahan dasar beras ketan yang diar­on bersama santan dan kemudian dibung­kus daun pisang. Apabila lemper biasanya hanya dikukus lagi, sedangkan lalampa dibakar. Bayangkan saja harumnya aroma daun yang dibakar dan juga isian ikan su­wir pedasnya, keliatannya nikmat.

Mayoritas masyarakat di kedua provin­si ini menyukai rasa pedas, menjadikan makanan ini cepat dikenal dan menyebar di wilayah lainnya. Dua kantongan plastik warna hitam berisi Lalampa dibeli Tuty. Kami pun melalapnya haingga habis. Lalampa benar-benar gurih dan enak. Cita rasanya lezat dan nikmat!!

Lalampa sangat pas dinikmati saat cua­ca dingin, atau menjelang sore hari, apala­gi jika ditemani secangkir kopi hitam. Tidak salahnya, jika Anda jalan-jalan ke Luwuk, atau ke Kecamatan Mailong jangan lupa menyempatkan diri belanja Lalampa di Desa Mendono.

Cara membuat Lalampa cukup unik, ketan yang telah dicuci bersih kemudian dikukus, setelah matang ketan dibungkus menggunakan daun pisang dengan ben­tuk bulat memanjang menyerupai lontong, hanya saja ukurannya sedikit lebih kecil. Ketan yang dibungkus tersebut kemudian dibakar beberapa menit diatas bara api tempurung kelapa. (din-rio)

TINGGALKAN PESAN

Please enter your comment!
Please enter your name here