Makassar, Inspirasimakassar.com :

WAKIL Rektor II Bidang Administrasi Umum dan Perencanaan Keuangan, Dr. H. Wahyuddin Naro, M.Hum, mengatakan, kebijakan dan mekanisme pengawasan penyelenggaraan ibadah haji, diatur berdasarkan UU No. 8 Tahun 2019, tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, menjamin penyelenggaraan haji lebih baik .

Dalam ketentuan ini, kata Wahyuddin Naro, saat menyampaikan materi pada acara Sertifikasi Pembimbing Manasik Haji Tahun 2019, di Asrama Haji Sudiang Makassar, Rabu, 20 November 2019, ibadah haji merupakan rukun Islam kelima, yang wajib dilaksanakan oleh setiap orang Islam yang mampu, baik secara fisik, mental, spiritual, sosial, maupun finansial dan sekali dalam seumur hidup.

Menurutnya, pelaksanaan ibadah haji merupakan rangkaian ibadah keagamaan, yang telah dijamin dalam UUD Negara RI Tahun 1945. ‘’Oleh karena itu, negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan ibadah haji, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 29 ayat (2),’’ jelasnya pada acara yang dibuka Dirjen PHU, Nizar Ali dan dihadiri Kakanwil Kemenag Sulsel, H. Anwar Abubakar.

Upaya penyempurnaan penyelenggaraan ibadah haji, oleh pemerintah, lanjut Warek II, terus dilakukan. Salah satu di antaranya adalah dengan diterbitkannya UU No. 8 Tahun 2019, sebagai pengganti UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Ditambahkan, terbitnya UU No. 8 Tahun 2019, dikarenakan tuntutan dinamika dan kebutuhan hukum masyarakat, sehingga perlu diganti. Selain itu, semakin meningkatnya jumlah warga negara untuk menunaikan ibadah haji dan Umrah.

‘’Perlu peningkatan kualitas penyelenggaraan haji secara aman, nyaman, tertib, dan sesuai dengan ketentuan syariat. serta menjunjung tinggi prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas publik,’’ kata Warek II pada kegiatan yang diselenggarakan Kanwil Kemenag Sulsel bekerja sama dengan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar.

Dia menambahkan, saat ini perlu dilakukan penyempurnaan dan perbaikan. Penyempurnaan dan perbaikan, tidak cukup hanya sebatas pada perbaikan kualitas pelayanan terhadap jemaah, tetapi perbaikan tersebut harus menyentuh seluruh aspek yang ada.

Beberapa point penting dalam UU yang baru, urai Wahyuddin Naro, meliputi Jemaah Haji, Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler, BPIH, KBIHU, Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus, Penyelenggaraan Ibadah Umrah, koordinasi, peran serta masyarakat, penyidikan, larangan, dan ketentuan pidana.

Sementara yang membedakan antara UU No. 13 Tahun 2008 dan UU No. 8 Tahun 2019 yang baru, adalah adanya 12 Tata Kelola Perbaikan, yakni: Pertama, prioritas keberangkatan bagi jemaah haji lanjut usia yang berusia paling rendah 65 (enam puluh lima) tahun.

Kedua, adanya perlindungan dan kemudahan mendapatkan pelayanan khusus bagi jemaah haji penyandang disabilitas.

Ketiga, pelimpahan porsi keberangkatan bagi jemaah haji yang telah ditetapkan, berhak melunasi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) pada tahun berjalan kepada suami, istri, ayah, ibu, anak kandung atau saudara kandung, yang ditunjuk dan/atau disepakati secara tertulis oleh keluarga. Namun, pelimpahan bisa dilakukan dengan alasan jemaah tersebut meninggal dunia, atau sakit permanen menurut keterangan kesehatan jemaah haji.

Keempat, pelimpahan porsi jemaah haji dalam daftar tunggu (waiting list) yang meninggal dunia, atau sakit permanen kepada suami, istri, ayah, ibu, anak kandung atau saudara kandung yang ditunjuk dan/atau disepakati secara tertulis oleh keluarga.

Kelima, jaminan pelindungan bagi jemaah haji dan umrah sehingga terhindar dari perbuatan melawan hukum, baik penelantaran atau penipuan dari penyelenggara perjalanan ibadah umrah, atau penyelenggaraan ibadah haji khusus.

Keenam, adanya kepastian hukum dalam melaksanakan fungsi pengawasan dan evaluasi pelaksanaan umrah. Berupa wewenang kepada Menteri untuk membentuk tim koordinasi pencegahan, pengawasan, dan penindakan permasalahan penyelenggaraan Ibadah Umrah.

Ketujuh, adanya pengaturan tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil, guna melakukan penyidikan tentang adanya tindak pidana yang menyangkut Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Kedelapan, jaminan kepastian hukum bagi penyelenggara perjalanan ibadah umrah, penyelenggara perjalanan ibadah haji khusus dan kelompok bimbingan ibadah haji dan umrah, dalam hal perizinan yang bersifat tetap dengan mekanisme pengawasan melalui akreditasi dan pemberian sanksi administratif.

Kesembilan, adanya pengaturan yang memberikan kemudahan pengurusan pengembalian uang, bagi jemaah haji meninggal dunia, membatalkan keberangkatannya, atau dibatalkan keberangkatannya.

Kesepuluh, sistem pengawasan yang komprehensif, berupa keharusan penyelenggara umrah untuk memiliki kemampuan manajerial, teknis, kompetensi personalia, dan kemampuan finansial untuk menyelenggarakan ibadah umrah, yang dibuktikan dengan jaminan bank berupa garansi bank, atau deposito atas nama biro perjalanan wisata.

Kesebelas, pengaturan pelayanan akomodasi dan pentingnya partisipasi masyarakat, melalui KBIHU dalam mendukung kualitas pelayanan jemaah haji dan umrah.

Keduabelas, untuk memastikan pemberian pelayanan, pemberian jaminan keberangkatan, serta kepulangan jemaah, adanya pemberian sanksi bagi penyelenggara perjalanan umrah dan haji khusus, yang tidak melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik, berupa pemberian sanksi administrasi, hingga sanksi pidana. (dir)

BAGIKAN
Berita sebelumyaSertifikasi Manasik Haji, Hasilkan Pembimbing yang Profesional
Berita berikutnyaIndosat Ooredoo, Perusahaan Telekomunikasi Digital Terdepan di Indonesia
Wartawan kriminal dan politik harian Pedoman Rakyat Ujungpandang dan sejumlah harian di Kota Daeng Makassar, seperti Ujungpandang Ekspres (grup Fajar) dan Tempo. Saat ini menjadi pemimpin umum, pemimpin perusahaan, dan penanggungjawab majalah Inspirasi dan Website Inspirasimakassar.com. Sarjana pertanian yang juga Ketua Umum Senat Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) Al-Gazali--kini Universitas Islam Makassar ini menyelesaikan pendidikan SD di tanah kelahirannya Siri Sori Islam Saparua, SMP Negeri 2 Ambon, dan SPP-SPMA Negeri Ambon. Aktif di sejumlah organisasi baik intra maupun ekstra kampus. Di organisasi kedaerahan, bungsu dari tujuh bersaudara pasangan H Yahya Pattisahusiwa dan Hj.Saadia Tuhepaly ini beristrikan Ama Kaplale,SPT,MM dan memiliki dua orang anak masing-masing Syasa Diarani Yahma Pattisahusiwa dan Muh Fauzan Fahriyah Pattisahusiwa. Pernah diamanahkan sebagai Ketua Ikatan Pemuda Pelajar Siri Sori Islam (IPPSSI) Makassar. Kini, Humas Kerukunan Warga Islam Maluku (KWIM) Pusat Makassar dan Wakil Sekjen Kerukunan Keluarga Maluku (KKM) Makassar.

TINGGALKAN PESAN

Please enter your comment!
Please enter your name here