Makassar, Inspirasimakassar.com:
Dekan Fakultas Ilmu Budaya Prof.Dr.Akin Duli, M.A. menerima ijazah
doktor
Mantan Pemimpin Redaksi (Pemred) Harian Pedoman Rakyat Makassar, HM.Dahlan Abubakar meraih gelar akademik tertinggi, doktor, di Unhas. 18 Mei 2018. Penelitian yang dilakukan lelaki Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini, bakal menjadi pintu masuk bagi para linguis (ahli ilmu bahasa) untuk membongkar keberpihakan media yang selama ini menjadi ruang yang masih abu-abu. Ringkasan disertasi berjudul Keberpihakan Media terhadap Berita Konflik Partai Golkar’’. Tata kerja Analisis Wacana Kritis dalam disertasi Dahlan yang juga pensiunan dosen Unhas, Sekretaris PWI Sulsel 1988-1992, wartawan utama uji kompetensi wartawan (UKW) Dewan Pers (2011), penulis, serta Dewan Redaksi Majalah Inspirasi ini, setebal 303 halaman. Redaksi mengemasnya dalam tiga kali tulisan bersambung-dapat dibaca di Majalah Inspirasi, mulai Mei 2018.
Masalah netralitas media selama ini menjadi bahan diskusi panjang publik, guna memastikan bahwa, media masih memiliki nurani dalam melaksanakan tugas sucinya, sebagai pilar keempat demokrasi. Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang dijadikan standar peliputan dua sisi, hanya bersifat normative belaka, dan belum menjangkau masalah konten (isi) berita yang sangat berpotensi menempatkan media berpihak atau netral.
Menurut River (2003), kata Dahlan, dalam jurnalisme, tidak dikenal media netral. Yang dikenal hanyalah media independen, atau media yang bebas. Di negara mana pun, termasuk Amerika Serikat (AS) yang selama ini dianggap sebagai kiblat kemerdekaan dan kebebasan pers di jagat ini, ternyata bukanlah negara yang menjadi lahan subur bagi bertumbuhnya media bebas.
Sebuah catatan Kristina Borjesson (2006), editor buku ‘’Mesin Penindas Pers, membongkar Kebebasan Pers di Amerika’’ yang berisi, kesaksian sejumlah wartawan top Amerika peraih penghargaan korban pemberangusan sistematis menarik disimak.
’’Saya kira pers dicotok hidungnya dan saya kira pers mencotok hidungnya sendiri.. Maaf, harus saya katakan begitu, tetapi tentu televisi – dan mungkin pada tingkat tertentu termasuk televisi saya — diintimidasi pemerintah dan para serdadunya di FOX News. Dan, nyatanya itu menghadirkan iklim ketakutan dan swa-sensor dalam hal siaran yang kami lakukan…Semua sikap politik dalam pandangan saya – apakah itu pemerintah, intelijen, wartawan, siapa pun – tidak menanyakan pertanyaan-pertanyaan keras. Misalnya tentang senjata pemusnah missal. Maksud saya, sepertinya ini adalah disinformasi pada tingkat yang paling tinggi. (Christine Amampour dari CNN dan CBS pada acara Topic yang diasuh Tina Brown di CNBC pada 10 September 2003).
Prof.Dr.Ir.Radi A.Gany, Hamdan Zoelva, dan Ellong Chandra hadir di
ujian promosi.
Kutipan tersebut menggambarkan, kondisi media di AS yang selalu disebut-sebut sebagai rumah dari media bebas. Apabila yang dikatakan River itu bukan sesuatu yang baru, namun dalam penelitian Dahlan, perlu membuktikan seberapa jauh keberpihakan media di Indonesia melalui produksi teks yang dilakukan wartawan dalam memberitakan konflik Partai Golkar.
Tiga Teori
Mengangkat judul disertasi ‘’Keberpihakan Media terhadap Berita Konflik Partai Golkar’’ Dahlan dinyatakan lulus dengan yudisium ‘’sangat memuaskan’’ di bawah promotor Prof.Dr.H.Muhammad Darwis, M.S. kopromotor Dr.Hj.Nurhayati, M.Hum, dan Dr.Ikhwan M.Said, M.Hum. Pada ujian promosi doktor yang dihadiri Ketua MK periode 2013-2015 Dr.Hamdan Zoelva, S.H., M.H. Rektor Unhas periode 1997-2006 Prof.Dr.Ir.Radi A.Gany, Ketua Umum KONI Sulsel Ellong Chandra, S.E., M.M. dan jajarannya, dan sejumlah undangan lainnya, Dahlan beralasan, wacana media dipilih karena selama ini telah menjadi ajang diskusi dan polemik publik di tanah air.
Dia memberikan contoh, wacana yang dimuat media daring (online) yang mengangkat pidato Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Kepulauan Seribu telah menimbulkan kehebohan di tanah air. Ujung-ujungnya, Ahok dipenjarakan dan orang yang mengunggah informasi itu, Buniani, pun dikirim ke jeruji besi. Para pakar bahasa yang ditampilkan dalam sidang-sidang maraton kasus itu masing-masing melihat, wacana itu dari sudut kepentingannya masing-masing. Melihatnya dari pandangan linguistik murni dan sama sekali tidak melibatkan pandangan analisis wacana kritis (AWK) sebagai pisau analisis untuk membongkar kecenderungan teks berita media.
Konflik Partai Golkar dipilih, karena banyak alasan sebagai objek kajian.
Pertama, dari berbagai referensi yang diperoleh menunjukkan bahwa, penggunaan AWK yang menitikberatkan pada aspek kebahasaan terhadap berita konflik suatu partai di Indonesia dalam media cetak selama ini belum pernah diteliti, lebih khusus lagi yang mengungkapkan keberpihakan media. Penelitian berkaitan dengan AWK dilakukan oleh Badara (2012) berjudul ’’Analisis Wacana, Teori Metode, dan Penerapannya pada Wacana Media’’.
Penelitian tersebut membahas konten berita beberapa surat kabar yang dijadikan sampel. Sedangkan penelitian ini secara khusus difokuskan pada AWK terhadap teks berita konflik Partai Golkar yang dimuat tiga media cetak (Kompas, Republika, dan Koran Tempo). Masing-masing dinilai sebagai media yang bersifat netral. Dikatakan netral, karena media tersebut dimiliki dan diterbitkan oleh mereka yang tidak terlibat di dalam dunia politik, sehingga dalam pemberitaannya lebih mengedepankan keberimbangan. Bersama Istri (tengah) dan teman dosen
Kedua, analisis wacana berita media cetak merupakan kajian kebahasaan yang menarik. Karena dapat mengungkapkan kecenderungan pemberitaan media terhadap realitas yang terjadi di masyarakat. Melalui analisis ini diharapkan terungkap praktik media memanfaatkan bahasa untuk mengakomodasi kepentingan-kepentingan pihak tertentu yang terlibat di dalam suatu pemberitaan, termasuk aktor yang ada di belakang pemberitaan serta kecenderungan media mengungkapkan keberpihakannya pada salah satu pihak. Melalui analisis ini dapat diungkap ketimpangan kekuasaan yang terjadi di dalam masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat Fairclough dan Wodak yang melihat AWK dapat menyelidiki bagaimana penggunaan bahasa kelompok sosial yang ada saling bertarung dan mengajukan versinya masing-masing. (Badara, 2012: 28). (din pattisahusiwa/bersambung)