
Makassar, Inspirasimakassar.com:
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kota Makassar ‘menyelamatkan’ Maria Angela K, dari ancaman pihak SMK Nasional. Pasalnya, siswa kelas II yang bercita cita jadi dokter ini tidak akan diikutkan semesteran, jika tidak melunasi tunggakan biaya pendidikan.
Ancaman tersebut membuat gadis manis berhijab kelahiran Makassar, 16 Juli 2003 ini patah semangat. Dia selalu merenung memikirkan masa depannya. Dan, malah hendak tidak mau sekolah, seperti yang dilakukan adiknya di SMPN 21 Makassar. Hanya saja, ancaman terhadap Maria tidak tercapai, lantaran ada BAZNAS Kota Makassar.
Setelah melakukan survei dan asesmen baik di kamar kontrakan, maupun di rumah tempat ibunya ( membantu cuci piring, dan masak di bilangan Tidung, Perumnas Panakkukang oleh tim BAZNAS dipimpin Wakil Ketua II, H.Jurlan Em Saho’as, maka semua tunggakan sekolah dilunasi. Maria Angela K pun telah mengikuti semesteran dan kegiatan lainnya di sekolah ‘pejuang’ tersebut.

Di sela sela pelunasan tunggakan ke pihak sekolah, hari ini, Senin, 13 Desember, H.Jurlan Em Saho’as mengemukakan, BAZNAS merasa terpanggil menjelaskan kronologi keluarga Maria. Selain berasal dari keluarga kurang mampu, anak kedua dari tiga bersaudara ini mengalami ‘ancaman’ agar, dia bersama dua saudara, dan ibunya mengikuti kembali agama ayahnya.
“Saya tidak bisa membayar biaya sekolah. Begitu pula baju praktek. Ibuku sudah berusaha memimjam uang, namun belum dapat. Makanya, saya sudah pasrah dikeluarkan dari sekolah. Adik saya juga telah dikeluarkan dari SMPN 21 Makassar, lantaran tidak membayar biaya sekolah,” tutur Maria.
Disampingi ibunya, Maria berkisah masa lalu keluarganya yang begitu susah. Ibunya terpaksa harus membanting tulang mencari sesuap nasi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari. Dia tidak tega melihat ibunya harus bekerja siang malam, malah hingga subuh di rumah orang. Makanya, sesekali, dia menemani ibunya bekerja di rumah orang.
Dari keterangan ibu Maria (Tri Retno Supartini), dirinya memang orang tidak punya. Itu, setelah ditinggal suaminya sejak sembilan tahun lamanya. Akhirnya, bersama tiga anaknya hidup dalam keadaan tidak menentu.

Yang lebih menyakitkan lagi, suaminya bukan saja tidak menafkahi keluarganya, melainkan memaksakan kehendaknya agar mereka mengikuti keyakinan agama lamanya. Padahal, keduanya menikah berdasarkan syariat Islam.
“Ya, mana mungkin kami menikah secara Islam dan telah memiliki tiga orang anak, baru kami dipaksakan beralih agama. Tidak. Kami tidak mau. Kami tetap bertahan dengan agama kami, Islam,” urai Tri Retno Supartini.
Menurutnya, sekalipun kehidupan keluarganya tidak cukup, namun soal keyakinan wajib terjaga. Hanya saja, dia kini akan berusaha agar, nama nama anak anaknya di dalam Kartu Keluarga untuk diganti dengan nama nama Islam. Sebab, suaminyalah yang memberi nama anak anaknya. Pemberian nama anak anak karena ancaman. Malah, suaminya pernah mengancam dengan fisik.
Tri Retno Supartini pun tidak tinggal diam. Disaat suaminya menghilang, dan tidak memberi nafkah, maka sejak itu pula dia bekerja membanting tulang. Mulai berjualan sandal, kue, dan lainnya, hingga bekerja membantu mencuci piring dan lainnya. “Ya, hanya untuk menyambung hidup,” ujarnya, dengan nada sedih.
Sebagai tulang punggung keluarga. Sesekali, dirinya menjual sandal di pasar. Tetapi, modalnya kecil.

“Saya terpaksa mengambil modal di koperasi. Hanya saja, potongannya lumayan. Saya terpaksa mengambil kredit di koperasi lainnya hanya untuk menutupi tagihan dari koperasi sebelumnya. Begitu seterusnya, hingga kini lima koperasi yang saya kredit,” tuturnya, seraya menambahkan, dia akan berusaha mengubah kartu keluarga lamanya, karena semua anaknya diberinama sesuai keyakinannya.
Menurutnya, jika jatuh tempo, pihak koperasi biasanya bentak bentak. Malah mencaci maki dirinya, jika belum membayar tagihan. Malah, dia menggandekan buku nikah, demi mendapatkan kredit.
“Saya sangat dan sangat berterima kasih kepada BAZNAS Kota Makassar, karena mau datang ke sini. Mau menanyakan mengapa keluarga saya seperti ini. Dan, saya lebih bersukur, jika BAZNAS mau membantu kami secara ikhlas. Jangan pikirkan bagaimana kami nanti, tetapi jika BAZNAS mau membantu, biarlah tunggakan sekolah Maria dulu,” harap Tri Retno, yang mengaku ibunya berasal dari Takalar dan ayahnya asal Jawa ini.
H.Jurlan Em Saho’as mengaku, pihak BAZNAS tidak saja membantu Maria di sekolahnya, melainkan akan membicarakan bersama para komisioner di lembaga pemerintah nonstruktural beralamat di Jalan Teduh Bersinar, Kecamatan Rappocini tersebut untuk membantu melunasi semua pinjaman di koperasi. Malah, akan didampingi menjadi pedagang tanggung. (din pattisahusiwa)