Site icon Inspirasi Makassar

Tamatan Pesantren Sama dengan Tamatan Lembaga Lain

Makassar, Inspirasimakassar.com :

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 yang baru saja disahkan DPR, menjamin bahwa tamatan pesantren memiliki hak yang sama dengan tamatan lembaga lainnya. Misalnya sekolah umum, atau sekolah agama, yang bernaung di bawah Kementerian Agama.

Hal itu dikatakan Kepala Bidang Penyelenggara Haji dan Umrah Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan, H. Kaswad Sartono, saat membacakan sambutan Menteri Agama, pada upacara peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2019, di halaman upacara Kanwil Kementerian Agama Sulsel, Jl. Nuri 53 Makassar, Selasa 22 Oktober 2019.

Dikatakan, patut disyukuri karena peringatan HSN 2019, terasa istimewa dengan hadirnya Undang Undng Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Menurutnya, Undang-Undang tentang Pesantren memastikan bahwa pesantren tidak hanya mengembangkan fungsi pendidikan, tetapi juga mengembangkan fungsi dakwah, dan fungsi pengabdian kepada masyarakat.

‘’Undang–Undang ini hadir, untuk memberikan rekognisi, afirmasi, dan fasilitas kepada pesantren, dengan tetap menjaga kekhasan dan kemandiriannya,’’ katanya pada upacara yang dihadiri seluruh pejabat, dan ASN Kanwil Kemenag Sulsel, dengan mengenakan sarung, dan baju koko untuk pria, dan wanita menyesuaikan, sebagai simbol-simbol pesantren.

HSN yang diperingati sejak ditetapkan pada 22 Oktober 2015 dengan tercetusnya kembali ‘’Resolusi Jihad’’, kata Kaswad Sartono, berisi fatwa kewajiban berjihad, demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia, resolusi ini kemudian melahirkan peristiwa heroik, tanggal 10 November 1945 yang diperingati sebagai hari Pahlawan.

Tema peringatan HSN 2019, adalah “Santri Indonesia untuk Perdamaian Dunia”. Dikatakan, isu perdamaian diangkat berdasarkan fakta bahwa sejatinya pesantren adalah laboratorium perdamaian.

‘’Sebagai laboratorium perdamaian, pesantren merupakan tempat menyemai ajaran Islam rahmatanlilalamin, Islam ramah dan moderat dalam beragama, diwujudkan dalam masyarakat yang plural.
Dalam sambutan Menteri Agama yang ditandatangani Sekjen M. Nur Kholis Setiawan, disebut setidaknya ada sembilan alasan mengapa pesantren layak disebut sebagai laboratorium perdamaian.

Pertama; Kesadaran harmoni beragama dan berbangsa. Perlawanan kultural di masa penjajahan, perebutan kemerdekaan, pembentukan dasar negara, tercetusnya Resolusi Jihad 1945, hingga melawan pemberontakan PKI misalnya, tidak lepas dari peran kalangan pesantren.

Kedua; Metode mengaji dan mengkaji. Selain mendapatkan bimbingan, teladan dan transfer ilmu langsung dari kiai, di pesantren diterapkan juga keterbukaan kajian yang bersumber dari berbagai kitab, bahkan sampai kajian lintas mazhab.

Ketiga; Para santri biasa diajarkan untuk khidmah (pengabdian). Ini merupakan ruh dan prinsip loyalitas santri yang dibingkai dalam paradigma etika agama dan realitas kebutuhan sosial.

Keempat; Pendidikan kemandirian, kerja sama dan saling membantu di kalangan santri. Lantaran jauh dari keluarga, santri terbiasa hidup mandiri, memupuk solidaritas dan gotong-royong sesama para pejuang ilmu.

Kelima; Gerakan komunitas seperti kesenian dan sastra tumbuh subur di pesantren. Seni dan sastra sangat berpengaruh pada perilaku seseorang, sebab dapat mengekspresikan perilaku yang mengedepankan pesan pesan keindahan, harmoni dan kedamaian.

Keenam, adalah lahirnya beragam kelompok diskusi dalam skala kecil maupun besar untuk membahas hal-hal remeh, sampai yang serius.

Ketujuh, Merawat khazanah kearifan lokal. Relasi agama dan tradisi begitu kental dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pesantren menjadi ruang yang kondusif untuk menjaga lokalitas di tengah arus zaman yang semakin pragmatis dan materialistis.

Kedelapan; Prinsip maslahat (kepentingan umum) merupakan pegangan yang sudah tidak bisa ditawar lagi oleh kalangan pesantren.

Kesembilan; Penanaman spiritual. Tidak hanya soal hukum Islam (fikih) yang didalami, banyak pesantren juga melatih para santrinya untuk tazkiyatunnafs, yaitu proses pembersihan hati. Ini biasanya dilakukan melalui amalan zikir dan puasa, sehingga akan melahirkan fikiran dan tindakan yang bersih dan benar. Makanya santri jauh dari pemberitaan tentang intoleransi, pemberontakan, apalagi terorisme. (humas keme

Exit mobile version