Sop Konro adalah masakan sup iga sapi khas Indonesia yang berasal dari tradisi Bugis-Makassar. Sop ini biasanya dibuat dengan bahan iga sapi atau daging sapi yang bercita rasa gurih. Masakan berkuah warna coklat kehitaman ini biasa dimakan dengan ketupat kecil yang dipotong-potong terlebih dahulu. Warna gelap ini berasal dari buah kluwek yang memang berwarna hitam. Bumbunya relatif “kuat” akibat digunakannya ketumbar.
Kota Makassar di Sulawesi Selatan, terkenal dengan kekayaan wisata kuliner. Salah satunya sop konro. Kunci dari gurihnya sup ini adalah bumbu yang terbuat dari kacang tanah. Sup ini terasa hangat di mulut, karena terbuat dari rempah-rempah seperti merica, cengkeh, pala, dan lainnya. Sangat cocok untuk menghangatkan badan di musim hujan.
Masakan tradisional di Makassar setelah sop kikil dan sop saudara, adalah sop konro. Masakan berkuah warna coklat kehitaman ini biasa dimakan dengan ketupat kecil yang dipotong-potong terlebih dahulu. Warnanya gelap, karena berasal dari buah kluwek berwarna hitam. Bumbunya relatif kuat, karena menggunakan ketumbar. Konro aslinya dimasak berkuah yang kaya rempah, tetapi kini terdapat variasi kering yang disebut konro bakar. Yaitu iga sapi bakar dengan bumbu khas konro. Rasanya enak! Omzetnya membuat kantong semakin tebal.
Sup Konro Karebosi misalnya. Pemiliknya, Ilham Hanafie awalnya tidak mengira, jika usaha yang dirintis ayahnya, H Hanaping tahun 1968 berupa warung kaki lima di sekitaran Lapangan Karebosi bisa berkembang hingga saat ini.
Dalam kurun waktu kurang lebih 8 tahun, usaha Hanafing mengalami kemajuan pesat. Kelezatan sup hasil racikannya semakin banyak dikenal orang, tidak hanya warga Kota Makassar saja tetapi juga dari luar kota. Berhubung pelanggannya kian hari semakin bertambah, dia pun mengubah warung tendanya menjadi warung makan. Sekitar tahun 1990-an, Hanafing hijrah ke Jakarta dan membuka cabang baru, setelah usahanya sukses dia kemudian membuka cabang lagi di Surabaya.
Awal-awalnya mengusahakan sup konro, pelanggan umumnya banyak yang antri. Karena Lapangan Karebosi saat itu merupakan lapangan olahraga umum yang banyak didatangi warga Kota Makassar, dan dari kabupaten tetangga lainnya, seperti Maros, Gowa, maupun Takalar. Banyak yang antre pada warung bertenda ukuran 5 meter x 5 meter tersebut. Tak tanggung-tanggung, setiap hari pelanggan bisa menghabiskan hingga 350 mangkok.
Tahun 1971, Hanaping sudah bisa membeli rumah, mobil, dan ruko di Jalan Gunung Lompobattang, tak jauh dari Lapangan Karebosi. Hanaping pun memindahkan usahanya itu ke Ruko barunya berlantai tiga hingga kini. Di restoran ini juga menyajikan menu sup campur. Konro berpadu
dengan kikil dan sumsum sapi. Harga berbagai jenis konro itu Rp35.000 hingga Rp37.000 per porsi. Bersama 25 karyawannya, setiap hari menyiapkan hingga 1000 porsi. Omzet setiap hari mulai Rp20 juta hingga Rp30 juta.
Popularitas konro yang meningkat berakibat pada ketersediaan bahan baku. Jika di Makassar kekurangan pasokan tulang iga, dia mendatangkan dari berbagai daerah, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, dan Nusa Tenggara Timur. Bahkan dari Australia, Selandia Baru, hingga Amerika Serikat. Agar bahan baku tersebut tetap segar, dimasukan dalam kontainer pendingin berkapasitas 15 ton.
Sekalipun telah sukses dengan sup konro, Hanafing tidak tingal diam. Dia terus berinovasi dengan menciptakan menu baru berupa Konro Bakar. Menu ini terdiri dari empat tulang iga yang dibakar dengan bumbu kecap. Penyajian menu ini dengan semangkuk kuah dan memakai sambal kacang, agar sensasi konro tetap terasa.
Setiap komponen memiliki cita rasa, warna, dan aroma yang berbeda sehingga perpaduannya melahirkan cita rasa baru yang mampu menggugah selera. Karena itu, jenis masakan ini mendapat predikat Juara Nasional dalam ajang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Pangan Award 2011, dengan kategori cita rasa Terbaik.
Tambahan menu baru membuat Sop Konro Karebosi makin populer. Pelanggan di Makassar tak hanya orang Makassar dan Sulawesi Selatan umumnya, melainkan juga etnis lain. Kendati dikenal sebagai cikal bakal pembuat konro di Makassar, Hanaping sejatinya tak pandai memasak. Sekalipun demikian, sup konro buatannya tampil istimewa. Kuahnya kental berlemak dan berwarna kecoklatan, daging yang menempel pada tulang iganya cukup memadai untuk digigit-gigit.
Kepada penikmatnya agar jangan sungkan-sungkan memegang konro ini dengan tangan. Sebab, agak sukar memotong dagingnya dengan sendok atau garpu. Selain itu,rasanya gurih khas bercampur dengan sedikit rasa asin dan asam yang segar.
Sup konro cocok disantap bareng nasi panas. Cita rasanya gurih dan kental, lantaran masakan ini memakai bahan dasar iga sapi yang kaya dengan lemak yang mencair ketika dipanaskan membuat kuah sop menjadi kental dan berminyak.
Agar rasa dagingnya gurih, sup konro menggunakan bawang putih dan ketumbar. Sedangkan untuk menghilangkan bau amis, masukkan kunyit dan asam jawa. Bersama dengan bawang merah, asam jawa juga menciptakan rasa asam segar. Kemudian, untuk menerbitkan rasa hangat, cemplungkan cengkeh dan lada. Terakhir, semua jadi lebih pas dengan tambahan sedikit gula dan garam. (din-bs)