
Makassar, Inspirasimakassar,id:
Akses terhadap pendidikan kesehatan gigi yang memadai sering kali menjadi tantangan khusus bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus. Keterbatasan komunikasi, kendala motorik, hingga sensitivitas sensorik memerlukan metode penyampaian yang adaptif.
Tantangan inilah membuat mahasiswa Jurusan Kesehatan Gigi Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Makassar, menunjukkan dedikasi yang melampaui batas ruang kuliah. Mereka menggelar kegiatan pengabdian masyarakat atau dalam bahasa krennya ‘Pengabmas’.
Pengabmas berlangsung di SMA 1 Makassar, Jumat, 31 Oktober 2025, bukan audiens biasa, melainkan untuk memberikan penyuluhan dan praktik sikat gigi kepada siswa-siswa Sekolah Luar Biasa (SLB)—bukan semata sebuah kelompok yang membutuhkan perhatian dan pendekatan kesehatan yang ekstra pribadi, melainkan langkah nyata menuju pendidikan inklusif.
Meski penyuluhan sekaligus praktik sikat gigi kepada siswa SLB SMAN 1 Makassar memiliki tantangan khusus, namun tim kesehatan gigi Poltekkes Makassar tetap enjoi, lantaran mereka mendesainnya jauh dari kesan kaku. Malah, mahasiswa mengakui, kegiatan ini berfungsi sebagai laboratorium empati yang tak bernilai harganya.
“Kita ketahui bahwa, memberikan penyuluhan sekaligus praktik kepada saudara saudara kita yang memiliki kebutuhan khusus, tentunya memiliki tantangan tersendiri. Karenanya, meski kami memiliki sedikit keterbatasan komunikasi, kendala motorik, hingga sensitivitas sensorik memerlukan metode pengajaran yang sangat adaptif, namun kami tetap enjoi saja,” tutur salah seorang mahasiswa di sela sela kegiatan dibawah bimbingan drg Asridiana, M. MKes, drg Surya Irayani, M. MKes, drg Rini Sitanya, M. MKes, Dr. drg. Hans Lesmana, MARS, Agus Supriatna, SKM. M. MKes, Muhammad Saleh, S. Si. T, M. Mkes, dan Sainuddin AR, S. Si. T, M. MKes itu.
Menurutnya, yang menjadi fokus utama tim mahasiswa kesehatan gigi Poltekkes Makassar adalah, memulai dengan membimbing tangan siswa satu persatu untuk memegang sikat gigi yang benar dan membantu mereka merasakan ritme menyikat yang efektif—gerakan halus yang harus dilakukan dengan kekuatan yang tepat.
Termasuk, belajar bagaimana menyesuaikan kecepatan, mengelola kecemasan, dan menggunakan bahasa tubuh yang menenangkan. “Keterampilan ini sangat penting, mengingat bahwa profesional kesehatan gigi di masa depan akan berhadapan dengan spektrum pasien yang luas,” tutur mahasiswa lain.
Dia menambahkan, salah satu momen yang paling mengharukan, ketika seorang siswa dengan autisme, yang awalnya menunjukkan keengganan untuk memegang sikat gigi, akhirnya tersenyum lebar setelah berhasil menyelesaikan sesi sikat gigi yang dibimbing penuh mahasiswa.
“Melihat mata mereka berbinar saat mereka berhasil melakukan gerakan sikat gigi yang benar. Itu adalah hadiah terindah. Kami belajar bahwa di balik keterbatasan komunikasi, selalu ada jalan untuk menanamkan kebiasaan hidup sehat,” jelasnya.
Untuk siswa yang memiliki kesulitan dalam pemahaman verbal, komunikasi non-verbal dan pemaksaan langsung menjadi kunci. Tim Poltekkes membimbing tangan siswa satu per satu, menunjukkan gerakan memegang sikat yang benar, dan membantu mereka merasakan ritme menyikat yang efektif—gerakan halus yang harus dilakukan dengan kekuatan yang tepat. (Citizen reporter St.Humaima Patty– mahasiswa Kesehatan Gigi Poltekkes Kemenkes Makassar)




























