Site icon Inspirasi Makassar

Ketawa Bersama Patompo–Wali Kota Makassar Terlama : (5) KAUKAH WALI KOTA?

Patompo bersama Pangab Jenderal TNI Try Sutrisno

Andi Djamaluddin Santo (mantan anggota DPRD Kabupaten Wajo), almarhum, berkisah lagi. Dia pernah menjabat ajudan Patompo selama 13 tahun. Selepas mendampingi Patompo, Andi Santo – begitu dia akrab disapa – malang melintang pada berbagai jabatan. Pernah menjadi Camat Tallo, staf Kepala Dinas Pariwisata Sulawesi Selatan, Sekretaris Daerah Kabupaten Wajo, kemudian pensiun sebagai sebagai aparatur eksekutif dan menjabat anggota DPRD Kabupaten Wajo.

Suatu hari, kata Andi Santo, Pak Alam (Abdul Latief Makka) – yang juru potret – menyampaikan satu ide kepada Patompo. Dia ingin menerbitkan kalender. Seluruh halamannya berisi dan diberi ilustrasi foto hasil pembangunan Kota Makassar yang dipimpin Patompo.

‘’Bagus itu, Alam. Di mana dibikin?,’’ kata Patompo dengan perasaan yang berbunga-bunga saat mendengar Pak Alam mengungkapkan rencananya.

‘’Di Jakarta, Pak. Di sini belum bisa,’’ jawab Pak Alam.

‘’Bikin saja,’’ kata Patompo lagi.

‘’Berapa banyak, Pak,’’ Alam balik tanya.

‘’Bikin 5.000 eksemplar. Biar banyak orang bisa lihat, semua sekolah dipajangi,’’ imbuh Patompo.

Hari hitung hari, minggu berbilang minggu, waktu pun berlalu dari saat pertemuan itu. Tiga bulan kemudian, Pak Alam pun menelepon dari Pelabuhan Makassar. Dia baru saja merapat dengan kapal, membawa kalender pesanan Patompo. Kebetulan Andi Santo sendiri yang menerima telepon tersebut.

‘’Mana Bapak, Ndi (Andi, maksudnya kepada ‘’Andi’’ yang berarti ‘’adik’’)?,’’ tanya Andi Santo kepada salah seorang yang ada di dekat telepon.

‘’Ada di dalam,’’ jawab yang ditanya.

Andi Santo bermaksud memberitahu Patompo bahwa Pak Alam sudah datang dan membawa kalender pesanan Patompo. Dia pun mengetuk pintu, melaporkan berita gembira tersebut.

‘’Eh… mari!,’’ sahut Patompo begitu melihat Andi Santo nongol dari balik daun pintu.

‘’Engka ni Alam, Daeng’’ (Sudah ada Pak Alam, Pak),’’ jelas Andi Santo.

‘’Kegi Alam (Di mana Alam)?,’’ Patompo balik tanya.

‘’Ada di pelabuhan,’’ jawab Andi Santo.

‘’Suruh saja ke sini,’’perintah Patompo.

Mendengar perintah itu – dan karena akan membawa kalender banyak – tanpa pinggir panjang Andi Santo langsung saja ‘’menyambar’’ DD 1, mobil dinas Wali Kota. Andi Santo meluncur ke pelabuhan ditemani sopir.

Baru saja mobil bergerak di depan Taman Bahari (di pertigaan Jl.Ujungpandang-Jl.Nusantara, dan Jl.Ribura’ne), ajudan Patompo yang lain, Mahmud Gading, muncul terburu-buru.

‘’Aiiii….. lisu ki Andi (Ai.. pulanglah Adik). Marah Bapak, mau keluar tidak ada mobil,’’ kata Mahmud Gading dalam bahasa Bugis.

‘’Bagaimana caranya, saya disuruh ke pelabuhan,’’ Andi Santo masih berusaha berkelit, juga dalam bahasa Bugis.

‘’Pulang, pulanglah,’’ Mahmud Gading ngotot.

Andi Santo pun membatalkan rencananya ke Pelabuhan. Dia balik ke rumah jabatan. Mobil berhenti dan merapat di tempat parkir khusus di pintu masuk rumah jabatan. Ternyata Patompo sudah lebih dulu berdiri di depan pintu rumah jabatan.

‘’Mengapa kau membawa mobilku,’’ kata Patompo dalam bahasa Bugis.

‘’Kan saya disuruh menjemput Pak Alam,’’ Andi Santo berusaha memberi alasan.

‘’Mu issengmua ka oto iye. Iye oto wali kota. Iko wali kota-ko kah.(bahasa Bugis, aretinya, Kau tahu. Ini mobil wali kota. Kaukah wali kota),’’ kata Patompo dengan suaranya yang keras dan tegas.. (Bersambung).

Exit mobile version