
Makassar, Inspirasimakassar.com:
Hambatan utama tata kelola kehutanan di Sulawesi Selatan terutama pengawasan kehutanan dan implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) adalah lemahnya sinergi antar[1]pemangku kepentingan. Hal ini memicu masih tingginya kejahatan pembalakan liar (illegal logging), konflik tenurial, dan minimnya implementasi SVLK.
Sesuai pengalaman melaksanakan program pemantauan hutan, peredaran kayu dan implementasi SVLK, JURnaL Celebes, selama satu tahun terakhir menemukan berbagai macam tantangan serius dalam tata kelola kehutanan di Sulsel yang mungkin juga terjadi.
Tantangan tersebut masih tingginya kasus pembalakan liar, belum sinerginya institusi terkait dan parapihak. Sementara implementasi SVLK masih minim.
Banyak industri kecil bukan hanya tidak memiliki sertifkat legalitas kayu SLK) tetapi juga sebagian justru belum tahu ada SVLK. ‘’Kami yakin hanya dengan kerja sama parapihak yang serius, bisa mengatasi masalah kehutanan di Sulsel, bisa menjawab tantangan ini. Sebab, bukan hanya sinergitas secara fisik, tetapi juga kadang regulasi antar institusi sering bersinggungan dalam implementasi.
Jadi pendekatannya bukan hanya multi-pihak atau parapihak, tetapi
multi-door yang bisa menyingkronkan kebijakan-kebijakan atau
aturan yang bersinggungan,’’ jelas Mustam Arif dalam jumpa media di Kafe Baca
Makassar, 30 Juni 2021.
Sebelumnya JURnaL Celebes dalam satu lokakarya yang digelar di Makassar, 23-24 Juni 2021, yang diikuti berbagai pihak yang terkait dengan kehutanan, telah disepakati membentuk forum komunikasi dan koordinasi parapihak.
Pihak yang terlibat selain dari instansi pemerintah, industri kayu,
masyarakat lokal/masyarakat adat, organisasi masyarakat sipil, asosiasi
industri bidang
kehutanan.
Semua pihak tergabung dalam inisiasi awal ini sepakat membangun kolaborasi untuk perbaikan tata kelola kehutanan. Kemudian kesepakatan itu diperkuat lagi pada kegiatan ekspose hasil pemantauan dan diskusi dengan para pihak terkait di Hotel Remcy, Makassar, Rabu pagi sampai siang kemarin. Dalam diskusi tersebut, para pemangku kepentingan ini kembali meminta Forum Para Pihak untuk Penguatan Tata Kelola Kehutanan itu difungsikan menjawab berbagai persoalan kehutanan.
Salah satu hal yang dititik beratkan pada pertemuan parapihak, yakni meningkatkan pengawasan dan memperbaiki SVLK untuk menjamin industri kecil juga memperoleh manfaat dari SVLK, karena legalitas bahan baku dalam industri kayu menjadi keharusan karena tuntutan pasar.
Seperti pada rilis informasi jumpa media sebelumnya, JURnaL Celebes dalam kegiatan pemantauan dan peningkatan kapasitas berbagai pihak yang didiukng FAO melelaui Program LEGT (Forest Law Inforcement Governance and Trade) JURnaL Celebes menemukan pembalakan liar (illegal logging) di Sulawesi Selatan masih tinggi dan malah meningkat pada masa pandemi.
Kejahatan kehutanan ini dilakukan dengan pola memanfaatkan masyarakat lokal sekitar hutan untuk melakukan pembalakan. Sementara penegakkan hukum umumnya sampai pada pelaku lapangan dan jarang menyentuh pedagang kayu maupun aktor di belakang layar.
Pebisnis atau penjual kayu tampaknya memanfaatkan kesempatan di masa pandemi. Ketika aktivitas masyarakat dibatasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (SBB), atau dalam skala terbatas, momentum ini dimanfaatkan untuk melakukan pembalakan di hutan, karena situasi relatif aman. (nyong-r)