
Makassar, Inspirasimakassar.com:
Masih ingat Rosmiati? Ibu dari Aisya– yang pernah viral karena menjual Kue Donat disaat masih duduk di bangku sekolah dasar (Cokroaminoto) itu, menghembuskan nafas terakhir, dua pekan usai Idul Fitri, atau tepatnya, 16 Mei 2022, setelah sekitar tiga tahunan menderita. Dua pekan usai Idul Fitri, atau tepatnya, 16 Mei 2022.
Sepeninggal ibunya, Aisya mengeluhkan masa depannya kepada Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kota Makassar, saat lembaga pemerintah nonstrultural beralamat di Jalan Teduh Bersinar, Kecamatan Rappocini, Makassar, ini menyambangi rumahnya untuk menyalurkan bantuan bulanan.
Keluhan Aisya disampaikan kepada tim penyaluran bantuan bulanan BAZNAS Kota Makassar, dipimpin Wakil Ketua II Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan, H.Jurlan Em Saho’as, yang menyalurkan bantuan bulanan kepada kaum dhuafa.
Saat itu, Rosmiati sudah tidak berbaring seperti biasa di ruangan depan. Aisya pun berkata, ibunya telah meninggal.
“Iya, ibu saya sudah meninggal dua pekan lalu,” tutur Aisya, sambil menunduk. Wajahnya terlihat memerah. Sedangkan, beberapa butiran air mata menetes pelan di kedua lesung pipinya.
Salah seorang keluarga pun menyampaikan kepada tim BAZNAS, akan kelanjutan sekolah Aisya, sepeninggal ibunya. Aisya baru lulus SD Cokroaminoto Makassar.
“Saya mau sekolah, tetapi saya tidak tau bagaimana biaya pendidikan kelak. Ayah saya tidak pernah datang sejak ibu saya sakit. Malah, ayah juga tidak memikirkan biaya saya dan dua adik saya. Nenek saya juga keluar rumah,” ujarnya.

Mendengar keluhan itu, H.Jurlan Em Saho’as langsung mengambil sikap, sekaligus menyatakan, BAZNAS Kota Makassar siap membantu menyekolahkan sulung dari empat bersaudara itu hingga kuliah.
“Aisya memang sudah bersedia untuk sekolah. Hanya saja, dia masih memikirkan apakah melanjutkan ke SMP Conroaminoto ataukah ke SMP Negeri. Sekalipun demikian, BAZNAS Kota Makassar siap menyekolahkannya, hingga sarjana,” ujarnya.
Sementara itu,Ketua BAZNAS Kota Makassar, HM Ashar Tamanggong di ruang kerjanya, Selasa, 31 Mei 2022 mengaku, seluruh jajaran BAZNAS Kota Makassar turut berduka, lantaran sudah lebih dua tahunan BAZNAS telah menyalurkan bantuan bulanan kepada Rosmiati.
Bantuan berupa uang tunai, beras, minyak goreng, dan bahan sembako lainnya itu setidaknya membantu meringankan beban ekonomi warga Jalan Naja Dg Nai, RT 008/RW01, Kelurahan Rappokalling, Kecamatan Tallo, Kota Makassar itu.
AsharTamanggong mengemukakan, pihaknya akan membantu beasiswa mulai masuk SMP hingga kuliah, dan sarjana. “Yang pentingnya Aisya siap. BAZNAS Makassar siap membantu,” ujar ATM—sapaan akrab Ketua Lembaga Dakwah NU Kota Makassar ini, seraya mengharapkan para Muzakki di kota ini bisa meringankan dan membantu masa depan Aisya.
Seperti diketahui, Aisya memilih menjual kue di sekolahnya, lantaran kepingin membantu biaya pengobatan ibunya yang terbaring di tempat tidur, sekaligus mencukupi kebutuhan keluarga. Bukan hanya itu, dia juga sudah memikirkan masalah ekonomi keluarga.

Sekalipun demikian, dia tetap bercita cita menjadi orang sukses. Sukses, agar bisa menjadikan ibunya bahagia. Salah satu kalimat yang terucapkan di bibir mungilnya “Saya kepingin ibu sembuh, sehingga bisa jalan jalan bersama bersama adik. Saya kepingin sekali jalan bersama ibu. Tetapi kira kira kapan? Apakah, ibu masih bisa sehat seperti dulu? Semoga tuhan masih memberi ibuku umur yang panjang, sembuh dari sakitnya. Semoga”.
Makanya, Aisyah saat itu bersedia menjual apa saja. Yang penting diperoleh secara baik dan halal. Dia memilih kue Donat! Alamat pengambilan kue di Jalan Regge. Biasanya, dia mengambil tiga kotak. Satu kotak berisi 15 buah Donat. Saya jual perbuah Rp2000. Kalau beruntung, bisa mendapat Rp30.000. Keuntungan ini, semuanya diserahkan ke ibunya. Biasanya uang itu, sebagian dipakai untuk belanja makanan, selebihnya untuk membeli obat.
Mengapa memilih berjualan kue? Apa tidak diremehkan rekan rekan di sekolah? Atau di lingkungan tempat tinggal? Dengan tegas dia menjawab, tidak!!
“Saya tidak malu. Apalagi, teman teman saya baik di sekolah, maupun di sekitar rumah tidak ada yang remehkan saya. Mereka semua juga sudah tahu kehidupan saya. Mereka tahu kalau ibu saya sakit. Dan, mereka juga tahu kalau ayah saya sudah pergi,” tutur Aisya.
Kerja keras, sekalipun masih kanak kanak, bukanlah pilihan, tetapi keterpaksaan. Sebab, dalam keadaan sakit, Firman, yang tak lain ayahnya, pergi meninggalkan mereka. “Ayah tidak cerai. Tetapi, dia pergi meninggalkan ibu, saya dan adik saya sejak dua tahun lalu, sambil membawa adik yang satu,”’ ujarnya sambil sesekali menyeka air mata.
Ayahnya saat ini tinggal di dekat terowongan, di sekitar Jalan Tol Reformasi. Sesekali, dan dalam keadaan terpaksa, Aisyah berupaya kemu ayahnya. Hanya saja, sesekali tidak bertemu. Dan, jika bertemu, biasnaya tidak lama. Dalam pertemuan itu, dia selalu mengajak ayahnya kembali ke rumah untuk melihat ibunya. Namun, ayahnya belum mau.

“Saya sudah beritahu bapak kalau mama sakit, hanya saja bapak tidak bilang apa-apa. Padahal bapak sudah tahu ibu sudah lama sakit keras. Bahkan, sejak ayahnya meninggalkan ibu dan dirinya, dia tidak pernah membiayai kami. Sekalipun dalam keadaan yang tidak menentu ini, saya berharap bisa melanjutkan ke SMP, juga di Cokroamonito,” ujarnya.
Karena Aisyah dan keluarganya terdaftar dalam kaum dhuafa, maka BAZNASKota Makassar berkewajiban menyerahkan bantuan bulanan. Makanya, di saat kedatangan tim Baznas, Aisyah tiba tiba terlihat tersenyum. Tim Baznas Kota Makassar menyerahkan bantuan berupa uang tunai , beras kilo, dan bahan sembako lainnya.
Semasa hidupnya, sepanjang hari, dalam beberapa tahun terakhir Rosmiati hanya terbaring. Kakinya tidak bisa lurus. Tangannya tidak bisa bergerak. Bahkan kulitnya mulai menghitam. Sesekali dia terlihat meneteskan air mata. Sesekali terdiam. Meneteskan air mata lagi. Dan, diam lagi. Sedih.
Sedih, bukan hanya karena serba kekurangan. Bukan pula karena menderita sakit. Melainkan turut tersiksa, lantaran harus menerima kepergian seseorang yang dicintai, seseorang yang telah hidup bersama sekian lama, dan saling menggantungkan perasaan satu sama lain. Kemudian entah mengapa, dia pergi.
Rosmiati pernah bertutur, bantuan Baznas sangat berarti. Di saat saya butuh dana untuk membeli obat, datanglah Baznas memberi bantuan. “Saya berterima kasih kepada Baznas. Tidak ada ungkapan lain yang melebihi rata terima kasih. Semoga, Baznas tidak melupakan saya dan keluarga. Semoga, Baznas masih bersama saya, memberi pertolongan, memberi bantuan kepada saya. Hanya Allah yang maha tahu,” ujarnya ketika itu.
Menyinggung rumah yang ditempat, Rosmiati mengaku bukan rumah pribadinya, melainkan rumah keluarganya dari ibunya. Pemilik rumah petak petak berlantai dua yang terbuat dari papan yang sudah termakan usia itu memberinya salah satu kamar yang tersambung dengan dapur di lantai II. Hanya saja, untuk ke lantai II harus berhati hati. Selain papan menuju kamar yang ditempat Rosmiati bersama ibu dan kedua anaknnya sudah rapuh. Sudah berlubang. Mudah patah, sehingga kalau tidak hati hati bisa jatuh.

Atapnya juga sedikit bocor, sehingga kalau hujan basah. Sebaliknya kalau tidak hujan, panas, sehingga disiakan satu kipas angin.
Rosmiati adalah anak bungsu dari empat bersaudara. Dalam keadaan sakit, tiga kakaknya juga biasanya membantu ala kadarnya, hanya saja bantuan itu dalam waktu yang tidak menentu. Maklum mereka juga punya keluarga yang haris dihidupi. Mereka tinggal juga di Makassar.
Sebelum menderita sakit, Rosmiati bekerja di gudang roti di Jalan Gunung Bawakaraeng. Tetapi, entah mengapa, dia menderita seperti ini. “Pertamanya sakit memang di gudang. Awalnya panas, kemudian dibawa ke rumah sakit. Dia bilang sakit di kepalanya. Lama kelamaan, seluruh badannya sakit, hingga tidak bisa bangun. Saat itu, anak saya ini bertanya, bagaimana bisa begini badanku. Saya tidak bisa bangun,” tutur ibunya menirukan ucapan Rosmiati.
Di gudang roti itu, setiap hari Rosmiati memperoleh upah lebih Rp100.000, namun setiap minggu baru di dapat. Dia bekerja di gudang roti itu sekitar tiga tahun. Tetapi, kini sudah lebih dua tahun dia tidak bisa bangun. Tangannya tidak bisa goyang, badannya menghitam, kakinya tidak bisa lurus.
Berat bedannya pun lebih ringan ringat dari lebih 50 kilo saat masih sehat, kini hanya tinggal beberapa kilo saja. Lalu mengapa keluarga Rosmianya tidak membawanya ke rumah sakit untuk berobat? Tidak lain karena, keterbatasan dana. “Kami berharap Rosmiati bisa berobat di rumah sakit, supaya bisa cepat sembuh. Tapi, masalah yang timbul, tidak ada uang,” ujar ibunya. (din pattisahusiwa)