Foto dtc
Foto dtc

Jakarta – Rencana DPR membangun perpustakaan terbesar se-Asia Tenggara dianggap tidak jelas sehingga perlu ada pengawasan khusus. Apalagi, minat baca anggota dewan juga patut dipertanyakan.

“Rencana DPR membangun perpustakaan menggunakan anggaran gedung baru perlu diawasi secara ketat oleh KPK. Saya melihat ada ketidakjelasan dalam perencanaan terkait perpustakaan ini,” kata peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus kepada wartawan, Selasa (29/3/2016).

Perpustakaan ini nantinya akan berada di gedung baru DPR yang awalnya direncanakan untuk ruang kerja anggota. Anggarannya juga menggunakan anggaran proyek DPR yang sudah ada di APBN 2016 sebesar Rp 570 miliar.

“Saya kira dengan munculnya rencana beragam dari DPR memanfaatkan anggaran 570 Miliar, maka mutlak bagi DPR untuk membuka rancangan design kompleks DPR yang disiapkan,” paparnya.

Selain soal anggaran, kegunaan dari perpustakaan yang nantinya bisa memuat 600.000 buku ini juga dipertanyakan. Menurut Lucius, yang terpenting adalah memunculkan budaya membaca dan bukan membangun fisik gedung besar-besaran.

“Ngapain bangun yang gede jika nanti hanya menjadi semacam museum bukunya yang selalu sepi dari kehadiran pengunjung dari anggota DPR?” ujar Lucius.

Pemerintah juga sebelumnya sudah pernah menetapkan moratorium pembangunan kementerian dan lembaga. Sikap ngotot itu pun menjadi pertanyaan.

“Saya kira kengototan membangun perpustakaan ini sekali lagi menunjukkan watak proyek semata dari DPR. Bukan soal kegunaan yang menjadi alasan tetapi bahwa duit 570 miliar sudah tersedia dan harus dihabiskan,” ungkapnya.

Ketua DPR Ade Komarudin sendiri tidak goyah meski wacana ini mendapat banyak penolakan. Dia siap menjelaskan dan menghadapi penolak ide perpustakaan ini.

“Saya siap hadapi baik luar DPR, dalam, termasuk jika pemerintah yang menolak,” kata Ade di Gedung DPR, Senin (28/3). (dtc)

TINGGALKAN PESAN

Please enter your comment!
Please enter your name here