
Pertumbuhan ekonomi Dunia cenderung menurun, bahkan pada tahun 2020-2021. Salah satu dampaknya adalah pertumbuhan investasi mengalami perlambatan di Indonesia, hanya konsumsi yang masih mampu bertahan.
Ekonom Dr. Aviliani menyebutkan, “melemahnya pertumbuhan ekonomi bukan hanya berdampak pada perusahaan menengah tetapi perusahaan besar juga sudah mulai bermasalah. Pengeluaran masyarakat cenderung mengalami penurunan,” paparnya saat menjadi pembicara pada Seminar BI-ISEI-LPS dengan Sistem Keuangan Indonesia, di Hotel The Rinra, Makassar, Kamis (14/11/2019).
Sementara Bank Indonesia (BI) tengah melakukan pertemuan secara berkala dengan Kementerian Keuangan dengan lembaga otoritas terkait, serta melakukan survey secara rutin pada sejumlah pelaku usaha, rumah tangga dan perbankan guna mencegah perlambatan ekonomi nasional.
“BI secara rutin melakukan survei pada sejumlah dunia usaha, rumah tangga, dan perbankan untuk mengetahui ekspektasi konsumen terhadap perekonomian nasional, serta ekspektasi penghasilan sebelum mengambil kebijakan dan keputusan terkait laju pertumbuhan ekonomi”, jelas Direktur Eksekutif Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Juda Agung.
Dijelaskan, BI telah mengeluarkan kebijakan terkini dalam menghadapi perlambatan ekonomi yaitu kebijakan moneter berupa penurunan suku bunga kebijakan sebanyak 4 kali berturut-turut, penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah untuk Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah. Kebijakan makroprudensial berupa pelonggaran Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM), melonggarkan LTV properti dan uang muka kendaraan.
“tujuannya adalah agar dapat mendorong dari sisi permintaan, demikian halnya dari sisi suplai perbankan agar dapat mengucurkan kredit sehingga pertumbuhan kredit yang melemah berada diangka 7,8 persen dapat ditingkatkan,” ungkapnya.
Selain itu permasalahan ekonomi global yang dipicu oleh perang dagang antara Amerika dan China juga merambah hingga ke komoditas ekspor juga berdampak bagi perusahaan di Indonesia,
“Dampaknya, beberapa komoditas ekspor seperti tembaga, batu bara, CPO, aluminium, dan kopi menunjukan angka minus jika dibandingkan ekspor dari tahun sebelumnya, namun pada intinya sistem keuangan saat ini masih baik. Rasio modal salah satu tertinggi di Asia, Likuiditas pun masih diangka 19, Namun BI tetap mewaspadai perkembangan ekonomi saat ini,” imbuhnya. (hadi)