
Suatu hari, adik Andi Santo mau kawin di Pinrang. Patompo jelas tak mau ketinggalan hadir. Kebiasaannya kalau ke luar kota – apalagi ada hajat seperti itu – adalah membawa raket tenis. Tenis termasuk salah satu olahraga yang digeluti Patompo. Klub tenis Pemerintah Kota Madya Makassar pun diboyong. Termasuklah Andi Ampauleng, pasangan setianya, yang juga ajudannya.
Hari kedua lawatan ke Pinrang diisi dengan pertandingan tenis persahabatan. Patompo sudah punya pasangan permanen. Siapa lagi kalau salah seorang ajudannya, Andi Ampauleng, yang memang termasuk pemain tenis Pemda Kota Madya Makassar yang handal saat itu.
Saat permainan dobel, posisi pun diatur dan sudah permanen. Patompo selalu menempatkan diri pada posisi ‘netter’ (pemain yang spesialis menyambar bola yang jatuh di dekat net). Andi Ampa – demikian sang ajudan karib disapa – ‘standby’ di belakang. Tugasnya sudah jelas, ‘’menghajar’’ semua bola lambung yang melewati Patompo. Termasuk bola tanggung dan mendapat kode dari Patompo harus segera disambarnya.
Setiap melayang bola ‘long’ (panjang) dari lawan, Patompo langsung berteriak ‘you’ (kamu). Maksudnya, itu bagian Andi Ampa yang menghajarnya. Usai meneriakkan kata itu, Patompo segera bergeser, memberi ruang kepada Andi Ampa memukul balik bola ke daerah lawan.
Begitulah seterusnya yang terjadi. Setiap bola lambung datang, Patompo hanya bilang ‘you’. Andi Ampa pun sudah hafal mati. Itu perintah. Menghajar bola ke daerah lawan.
Apa lacur? Pada kali kelima Patompo memberi perintah ‘you’, ternyata tidak ada bola kembali. Tunggu punya tunggu, tidak ada reaksi dari belakang. Masya Allah, ternyata Andi Ampauleng terkapar, kecapean. Begitu
melihat Andi Ampauleng terkapar, Andi Santo langsung ‘’menyerbu’’ masuk lapangan.
‘’Magaitu, Andi? (Mengapa, Andi),’’ tanya Andi Santo.
‘’Aga tuh ha.. ‘you’ materru, ‘you’ materru’’ (Apa itu, kamu terus, kamu terus),’’ dengan terbata-bata Andi Ampauleng menjawab dalam posisi terduduk kelelahan di lapangan. (HM.Dahlan Abubakar/Bersambung)