Site icon Inspirasi Makassar

BAZNAS Makassar dan 21 LAZ Bahas Tata Kelola Zakat

????????????????????????????????????

Foto bareng usai FGD

Makassar, Inspirasimakassar.com : Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kota Makassar menggelar Focus Group Discussion (FGD). Tema sentral yang diangkat,  Tata Kelola Zakat,Infak, dan Sedekah (ZIS) berbasis Lembaga Amil Zakat (LAZ). Diskusi dihadiri Ketua BAZNAS Sulawesi Selatan, Dr.dr.HM. Khidri Alwi, M.Kes, Ketua BAZNAS Kota Makassar, HM.Ashar Tamanggong, Wakil Ketua III Waspada Santing, dipandu Wakil Ketua I Bidang pengumpulan, Ahmad Taslim Matammeng di Swiss Bell Panakukkang, Sabtu, 25 Maret 2023.

Kepala Bidang (Kabag) II Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan, Fitriany Ramli mengaku, Wakil Ketua II, H.Jurlan Em Saho’as tidak sempat hadir dalam diskusi yang berjalan santai itu, lantaran dalam waktu bersamaan, mengikuti kegiatan penting di Jakarta.

Fitriany Ramli menambahkan,  dalam FGD ini diundang 21 pimpinan LAZ  baik nasional, maupun cabang yang berpangkalan di Kota Makassar. Masing masing, LAZ Rumah Zakat, Wahdah Inspirasi Zakat, Al-Azhar, Yatim Mandiri, Dompet Dhuafa, Inisiatif Zakat Indonesia (IZI), DT Peduli, Baitul Mal Hidayatullah (BMH),Nurul Hayat, PPPA Daarul Qur’an, Rumah Yatim, Sahabat Yatim, Ikhlas Peduli Ummat (IPU), Baitul Mal Miamalat (BMM), BSI Maslahat, Muhammadiyah (LAZISMU,Yakesma, Lembaga Manajemen Infaq (LMI), Yayasan Hadji Kalla (YHK), dan LAZIS Nahdhaltul Ulama. Hadir pula, perwakilan dari Bank Syariah Indonesia (BSI).

Saat memandu FGD, Ahmad Taslim Matammeng menarasikan bahwa, inti diskusi di antaranya, pentingnya kerjasama, atau koordinasi. Termasuk, bertalian dengan  penyampaian data pengumpulan, hingga penyaluran ZIS yang dilakukan masing masing LAZ.

Kolaborasi antar LAZ tentunya, selain merekatkan hubungan silaturahmi,  juga mencegah tumpang tindih penyaluran dan pemberdayaan berzakat, berinfak, dan bersedekah. Sebab, kehawatiran mustahik yang beberapa kali  menerima  ZIS dari LAZ berbeda. Di sisi lain, ada mustahik yang tidak pernah tersentuh ZIS.

Dr.dr.HM. Khidri Alwi, M.Kes, mengemukakan, sebagai lembaga pemerintah nonstruktural,  BAZNAS seharusnya didukung penuh seluruh LAZ yang ada. Dengan demikian, BAZNAS tidak sendiri.

Doktor, yang juga dokter ini mencontohnya, keikutsertaan dan partisipasi LAZ dalam pengelolaan zakat yang baik, sehingga pada BAZNAS Award 2023 lalu, ada sejumlah LAZ yang ikut menerima penghargaan.

 “Ke depan, kita berharap LAZ di Makassar juga mendapat penghargaan serupa di level nasional,” harapnya.

Khidri Alwi mengaku, dari berbagai diskusi dengan BAZNAS pusat, ada beberapa LAZ yang belum melapor ke BAZNAS. Malah, ada yang belum memiliki izin, tetapi berani melakukan kerja kerja zakat. Tentunya hal itu merupakan pelanggaran, dan dapat berurusan hukum. Makanya, pihaknya meminta segeralah mengurus izin. Jika ada kesulitan, BAZNAS siap membantu.

 “Alhamdulillah hari ini kita bersilaturhami lagi. Insya Allah, kita saling melakukan kerja kerja Amil dengan baik dan benar. Bagaimana kita sama sama, bukan saja bersaing, tetapi saling mendukung. Karena sekarang, kekuatan sebuah organisasi itu bukan lagi memperlihatkan diri, tetapi saling menguatkan. Jika itu terjadi, maka kita semakin kuat,” jelasnya.

Pernyataan senada dikemukakan HM.Ashar Tamanggong. Yang dibutuhan saat ini adalah, pemerataan. Karenanya, koordinasi menjadi hal urgen untuk menyatukan komitmen membumikan ZIS di ibukota Sulawesi Selatan.

“ Koordinasi itu bisa dilakukan di mana saja, dan kapan saja. Bisa di warkop, di rumah makan, atau tempat lainnya. Waktunya pun bisa sekali sebulan, tiga kali sebulan, atau enam bulan sekali,” jelasnya.

Ketua BAZNAS Kota Makassar ini berharap, FGD yang digagas lembaga Amil yang beralamat di Jalan Teduh Bersinar Nomor 5 Kecamatan Rapoccini itu, tidak sekadar membahas penyaluran dan pemberdayaan semata, melainkan koordinasi antara ZIS dengan BAZNAS. Juga tidak menyempitkan fokus pembahasan seputar zakat secara umum saja, tetapi melebarkan pemikiran pembicaraan ZIS sebagai gaya hidup.

Menurutnya, jika zakat sudah menjadi gaya hidup, tentunya di mana mana, kaum muslim, baik anak muda, hingga orang tua, pembicaraan mereka tidak terlepas dari ZIS.

Di bagian lain, Ketua Lembaga Dakwah NU Kota Makassar ini mengaku, Makassar merupakan kota yang paling empuk bagi dermawan. Diapun memberi contoh, di setiap sudut lampu merah, ada pengemis .

“Bismillah, lillahita’ala, tidak ada pengemis tidak pulang dengan tangan kosong. Apalagi, menurut survei beberapa teman, para pengemis itu mendapat Rp300.000 – Rp500.000 per hari. Ini membuktikan, kesadaran berbagi masyarakat Makassar tidak diragukan,” ujarnya.

Hanya saja, tegas pria kelahiran Takalar ini, sebenarnya memberikan secara langsung kepada masyarakat seperti di jalanan dan lampu merah itu tidak baik. “Makanya, ayo, seluruh komponen yang bersentuhan dengan LAZ, termasuk BAZNAS, kita sama sama menggaungkan bahaya berbagi langsung kepada masyarakat,” tegasnya.

ATM—sapaan akrabnya pun memberi contoh. Di setiap ceramah agama dia selalu menyisihkan keterikatan zakat dengan Al-Qur’an, khususnya surat Al-baqarah ayat 264 “Yā ayyuhallażīna āmanụ lā tubṭilụ ṣadaqātikum bil-manni wal-ażā kallażī yunfiqu…..Artinya, hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)…

Sebelum mengakhiri pokok pikiran dalam forum yang dimulai pukul 16.00 Wita tersebut, ATM  juga menyinggung, setidaknya ada salah satu LAZ yang hanya memiliki muzakki  hanya 19 hingga 21 orang saja, tetapi  dana yang terkumpul Rp300 miliar. LAZ ini memiliki hubungan demikian baik dengan para muzakki yang sangat kaya. Sebaliknya kita malah memiliki muzakki banyak, tetapi hasil pengumpulan sedikit.

Rekan Ashar Tamanggong, Dr.H.Wasapada Santing,M.Sos.I.MH dalam paparannya, membuka nalar peserta. Dia juga mengaku telah mengikuti  pelatihan Legal Drafting  dan Pengawasan  Peraturan Perundang Undangan Bidang Zakat  Komisi Hukum dan Perundang Undangan Majelis Ulama Indonesia,  18 Maret lalu.

Dalam pelatihan Legal Drafting itu menghadirkan dua pembicara utama, Ketua BAZNAS Pusat– Prof.Dr.KH.Noor Achmad MA, dan Dirjen Bimas Islam– Prof. Dr.Nur Kamaruddin Amin. Keduanya selain menekankan pentingnya  koordinasi, BAZNAS juga berkewajiban melakukan pembinaan kepada seluruh  LAZ dan UPZ.

Waspada Santing yang juga akademisi itu juga mengemukakan, kewajiban LAZ adalah, melaporkan kegiatannya ke BAZNAS  sesuai tingkatannya. Nah, saya kira selama ini, hampir tidak pernah jalan.

“ Saya tidak tahu, apakah sebelum kami masuk di BAZNAS Makassar, sudah ada  atau belum. Tetapi sejak kami dilantik, rasanya komunikasi antara pengurus LAZ dengan BAZNAS Makassar lancar, tetapi laporan secara kelembagaan rasanya belum pernah ada. Padahal itu penting, dan harus ada. Malah, Dirjen Bimas Islam menekankan, ada empat tahapan yang harus dilakukan BAZNAS. Di antarnya, BAZNAS harus memberikan pembinaan sesuai dengan tingkatannya,” urai Wakil Ketua III Bidang pelaporan, adminitrasi dan keuangan ini.

WS—sapaan akrab Ketua Gerakan Nasional Anti Narkoba (Ganas Annar) Majelis Ulama Indonesia  (MUI) Sulsel itu  juga melihat, yang istimewa dalam Legal Drafting, seperti diungkap Dirjen Bimas Islam, secara nasional ada 71 LAZ tingkat kota kabupaten dari 490 kabupaten di Indonesia.

WS mengaku, Dirjen Bimas Islam, pada Januari lalu pernah mengumumkan bahwa, ada 108 LAZ yang beroperasi di tengan tengah masyarakat, tapi tidak memiliki legalitas. Tidak punya izin. Dengan demikian, menurut undang undang,  tidak berhak mengumpul zakat dari masyarakat.

“Sementara  di Makassar sendiri setidaknya ada 21 LAZ. Semoga semuanya resmi ,” harapnya.

Di bagian lain WS menegaskan, sebagai satu satunya lembaga yang diakui menurut Undang Undang untuk mengumpul zakat, maka BAZNAS berdasarkan peraturan BAZNAS di tingkat pusat ada UPZ  yang dibentuk institusi institusi tingkat pusat. Misalnya, UPZ  Masjid Istiqlal, kemudian kementrian kementrian. Di provinsi ada UPZ Masjid Raya, dengan institusi institusi tingkat provinsi, termasuk Perguruan Tinggi Negeri dan SMA. Begitu pula di level kabupaten/kota, melakukan koordinasi yang sama di level lokal, termasuk dengan LAZ.

Berkaitan dengan potensi zakat di kota yang dipimpin Walikota Moh Ramdhan Pomanto ini, berkisar Rp1,4 triliun. Hanya saja, BAZNAS Makassar tahun 2022 hanya mampu mengumpulkan sekitar Rp9 miliar. Dan, jika ke 21 LAZ di Makassar yang mampu mengumpulkan masing masing Rp3 miliar saja, maka setiap tahun hanya Rp63 miliar. Kalau ditambahkan dengan yang dikumpulkan BAZNAS Makassar, maka hanya sekitar Rp72 miliar. Angka ini tentunya dibawah standar.

Bagi mantan jurnalis kawakan baik lokal, maupun nasional ini, agar mendapatkan kepastian angka penerimaan ZIS, tentunya  dia meminta kerjasama yang baik seluruh LAZ dengan BAZNAS. Khususnya, menyangkut pelaporan. Pelaporan yang dimaksud bukan sekadar jumlah yang dikumpulkan LAZ, tetapi kepada siapa dana tersebut dibagikan.

“ Memang LAZ tidak mempunyai kewajiban menyetorkan pengumpulan itu ke BAZNAS, sehingga LAZ bisa membagikan langsung kepada ummat. Hanya saja, BAZNAS membutuhkan pelaporan semata, karena menjadi kewajiban,” ujarnya.

Jika BAZNAS telah melakukan pembinaan, tapi kemudian LAZ LAZ  enggan dibina, maka langkah berikutnya, BAZNAS bisa memberikan surat peringatan. Kalau ternyata LAZ itu juga tidak bisa melakukan kewajiban sebagaimana dilampirkan dalam permohonan izin, maka BAZNAS bisa merekomendasikan untuk diambil tindakan tegas, hingga pencabutan izin.

“Tetapi BAZNAS tidak berharap seperti itu. Justru secara bersama sama melakukan koordinasi yang baik,” harapnya.

Sebelum menutup pembahasannya, pria kelahiran Enrekang ini mengutip hasil penelitian Dirjen Bimas Islam. Yakni, setidaknya ada 5 temuan dari sisi Sya’ri yang perlu mendapat perhatian. Pertama masih ada ditemukaan penyalahgunaan hak amil melewati  batas yang wajar. Kedua, penggunana dana zakat untuk kepentingan pengurus lAZ , pengurus BAZNAS, dan pengurus UPZ.

Ketiga, belum terpisah pengelolaan ZIS, bahkan ada wakaf uang—seharusnya masuk ke BWI—Badan Wakaf Indonesia. Kemudian keempat,  belum adanya SOP renstra-rencana kerja anggaran tahunan, dalam pengeloolaan zakat. Kemudian kelima, kurangnya publikasi laporan keuangan dan kinerja pada website dan sosmed masing masing lembaga.

Apa yang disampaikan Waspada Santing tentunya berpijak kepada UU nomor 23 tahun 2021 tentang pengelolaan zakat. Pasal  19 misalnya menyebutkan, LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala.

Perwakilan LAZ Yayasan Hadji Kalla (YHK), mengakui, sekalipun LAZ yang digagas HM Jusuf Kalla tersebut berkedudukan di Makassar, namun bergaung nasional. Karena berbasis nasional, makanya laporannya selama ini hanya ke BAZNAS pusat.

Menurut Sekretaris LAZISMU Sulsel, Muh Syahrullah, lembaganya baru saja sebulan lalu menerima SK, sehingga jajarannya baru menyusun program atau kegiatan. Menyinggung harapan BAZNAS Makassar, Syahrullah setuju jika, ada keterpaduan LAZ LAZ yang ada di Makassar.

Dia mengharapkan, pelaku LAZ tidak sekadar  menguatkan tata kelola penerimaan saja, bukan pula hanya membangun kesadaran masyarakat muslim akan zakat fitrah saja, melainkan tak kalah penting adalah zakat mall.

“Selama ini, masyarakat muslim kebanyakan hanya sadar tentang zakat fitrahnya, tetapi zakat mallnya kurang dipahami. Saya kira kita semua, baik LAZ, maupun BAZNAS memberikan pendidikan ke masyarakat tentang pentingnya  zakat mall. Bukan saja dikalangan orang tua, melainkan anak anak milenial,” harapnya.

Hal lain yang disebut Syahrullah adalah, perlu dibangun kesadaran mustahik. Artinya, jika sudah dua tahun atau tiga tahun diberikan bantuan sudah cukup, sehingga  mustahik lainya juga dapat. “Jangan mustahik seumur hidup,” tutupnya.

Bagi Supriadi –perwakilan LAZNU Kota Makasar, meski LAZ yang digagas kalangan Nahdliyin berskala nasional, tetapi di Sulsel  pun sudah  memiliki izin. Terkait pelaporan pelaporan  masih dalam tataran media sosial, berupa website dan instagram.

“Kami dari LAZNU berharap kegiatan FGD  yang digelar BAZNAS Kota Makassar, bukan saja awal saja, kemudian berhenti, tetapi berkelanjutan. Kami juga masukan kiranya BAZNAS memiliki selegram selegram khusus, sehingga kalau ada sesuatu yang ingin disampaikan, maka dalam hitungan menit atau detik sudah bisa diketahui,” ujarnya.

Akram, dari LAZ Baitul Mall melihat, LAZ yang mereka kembangkan merupakan bagian dan didirikan Bank Muamalat. Salah satunya untuk mengawal penyaluran zakat dari bank muamalat karena bank muamalat tidak ada dana Corporate Social Responsibility (CSR), atau tanggung jawab sosial perusahaan. Secara sederhana, CSR adalah kegiatan perusahaan yang memiliki tanggung jawab secara sosial kepada masyarakat sekitar dan masyarakat secara luas hingga pemangku kepentingan.

“Sebagai informasi, kami di Makassar baru memasuki tahun ketiga. Yakni, pada Ramadhan tahun 2021. Sebagai lembaga berbasis perbankan, maka tentunya program program LAZ Baitulmall merepresentasikan perbankan Muamalat. Makanya kami di Makassar lebih banyak ke penyaluran, berupa pemberdayaan, dibandingkan sekadar distribusi,” katanya, seraya berharap BAZNAS Kota Makassar mempunyai Bank Data mustahik yang mau dibantu.

Artinya, jelas Akram, informasi informasi seputar mustahik di Makassar sangat penting dalam penyaluran bantuan. “Sehingga,  jika seandainya BAZNAS Makassar bisa berkolaborasi, maka tentunya kami berharap, sehingga terjalin kerjasama yang baik,” harapnya.

 Ihwan jufri  dari LAZ BSI Maslahat mengaku, sebaiknya LAZ LAZ dan BAZNAS di Makassar memiliki agenda khusus, agar syiar zakat ini betul betul bisa menggema di seluruh Makassar dan Sulawesi Selatan. “Selama ini kita bekerja sendiri sendiri. Harapan kita, minimal setiap bula kita mengapdate, baik pengkumpulan, maupun penyaluran dari sisi masing masing,” harapnya.

Harapan senada dikemukakan perwakilan dari Yayasan Kampung Qur’an Abu Darda Indonesia yang berkantor di Macoppa Kabupaten Maros, Nugraha—perwakilan Kemenag Makassar, Inisiatif Zakat Indonesia (IZI sulsel, perwakilan Dompet Dhuafa Rumah Zakat, hingga  Moh riswan dari Forum Zakat. (din pattisahusiwa)

Exit mobile version