Makassar, Inspirasimakassar,id:
Komunitas Elang Timur bukan sekadar nama. Elang, bagi komunitas ini adalah simbol penglihatan jauh, keberanian, dan kebebasan.
Mereka ingin terbang tinggi, tapi selalu menoleh ke bawah—dengan hati yang tunduk, mata yang terbuka, dan jiwa yang tak pernah lupa, untuk membersamai sesama. Sementara yang tinggal di bawah kepingin menengadah ke langit, untuk melihat bayangan elang yang terbang rendah, membawa gizi, cinta, dan pesan di Jumat yang penuh berkah.
Jumat, 26 Desember pagi ini ini misalnya, matahari pagi menyapa Kota Makassar dengan hangat. Sinarnya, menyinari lorong-lorong sempit hingga di jalanan padat. Di tengah getaran aktivitas kota yang mulai bangkit, ada satu komunitas anak anak muda yang terlebih dahulu memulai harinya dengan semangat yang berbeda. Mereka menamakan diri “Elang Timur Indonesia”– sebuah komunitas yang mengangkat sayap kebaikan, demi merangkul dan membahagiakan sesama.
Karena itulah, maka di tengah keramaian-hiruk pikuk kota, di hari Jumat yang penuh berkah ini, gerakan kecil komunitas Elang Timur Indonesia adalah bukti bahwa, kebaikan tidak memerlukan sorotan, cukup ketulusan dan keberanian untuk memulai.
Satu bungkus makanan, satu senyuman, satu pelukan—semua menjadi sayap yang memeluk harapan baru bagi kaum dhuafa di kota yang kini dipimpin Munafri Arifuddin dan Aliyah Mustika Ilham ini.
Komunitas ini menyelenggarakan gerakan kemanusiaan yang mereka sebut “Menu Bergizi untuk Sesama” . Mereka tidak sekadar membagikan menu, melainkan hadir dengan misi Mulia “menjaga gizi anak-anak, ibu hamil, dan keluarga dhuafa di tengah keterbatasan”. Ada juga pengendara Ojek Online (Ojol), supir Petepete, dan lainnya.
Hari ini, titik distribusi mereka berada di sekitar kawasan Jalan Gunung Bawakaraeng. Jalanan padat yang juga terdapat Sekretariat DPP Elang Timur Indonesia.
Di sinilah Komunitas Elang Timur Indonesia menyalurkan menu yang penuh dengan aroma masakan rumahan. Nasi putih, ayam goreng, dan salur —menu lengkap yang kaya protein, serat, dan vitamin. Semuanya diracik dengan hati, menggunakan bahan segar yang dibeli dari pasar tradisional.
“Kami tidak hanya ingin kaum dhuafa kenyang, tapi juga sehat. Kami kepingin memberikan sesuatu yang benar-benar bergizi, meski hanya sehari—semoga jadi awal dari kebiasaan baik,” tutur Sabda (wakil bendahara) dan Basri (anggota), serta Asrijal Syahruddin yang bestelan kaus hitam berlogo elang dengan tajam dan penuh semangat.
Tak hanya membagikan makanan, Komunitas Elang Timur juga menyelingi kegiatan dengan edukasi singkat tentang pentingnya pola makan seimbang. Para penerima tersenyum, merasa dihargai dan diperhatikan.
Babda mengkui, memilih hari Jumat sebagai momen sentral penyaluran menu bergizi. Pasalnya, Jumat selain memiliki nilai spiritualitas dan momentum sosialnya, hari Jumat juga diyakini sebagai hari terbaik untuk bersedekah dan melipatgandakan pahala.
“Di sela sela pembagian menu, saya selalu menatap mata mereka, seakan mendengar suara dan hari mereka. Dan terkadang, saya juga merasakan betapa banyak orang yang tersenyum, meski di antara senyum mereka diselingi tetes air mata yang sering dibaikan.
Salah seorang penerima mengaku bangga dengan kehadiran komunitas Elang Timur Indonesia. Ibu setengah baya ini tinggal di rumah kontrakan kecil bersama tiga anaknya. “Anak-anak saya langsung lari begitu melihat ada pembagian menu ini dari anak anak muda Elang Timur Indonesia. Bukan karena lapar saja, tapi karena anak anak saya ketahui, masih ada yang peduli, ” ujarnya. (din pattisahusiwa)




